Makalah Hadits Ahkami SYARAT-SYARAT SHALAT

Diposting pada
SYARAT-SYARAT SHALAT

Makalah

Disusun
Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Hadits Ahkami

Dosen
Pengampu :  …………………………

Oleh :

1…………………………………
2………………………………….
3…………………………………
4…………………………………….
5…………………………………..
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS

JURUSAN TARBIYAH/PAI

20xxxx


A.   
Pendahuluan

Ibadah merupakan suatu kewajiban sekaligus menjadi
kebutuhan yang harus dilaksanakan umat manusia seperti dikatakan dalam firman
Allah SWT, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah
kepada-Ku”. Maka jelaslah bahwa tugas utama manusia di muka bumi selain
memakmurkan bumi ini adalah beribadah kepada Allah SWT. Karena dengan beribadah
kepada-Nya hidup ini akan senantiasa berada dalam naungan rahmat dan ridho-Nya.
Bentuk-bentuk ibadah sangat banyak macamnya baik yang secara langsung tertuju
kepada Allah seperti shalat, maupun ibadah yang secara tidak langsung tertuju
kepada-Nya seperti infaq, shodaqoh, menolong sesama yang sedang membutuhkan dan
lain sebagainya.

Ada sebagian ibadah yang apabila dalam melaksanakannya
mewajibkan kita harus dalam keadaan suci atau terbebas dari hadas dan najis
seperti ibadah shalat. Maka dari itu kita mengkaji beberapa hadits dan berbagai
pendapat para ulama’ untuk menetapkan suatu hukum, yang akan dipaparkan dalam
makalah ini.

Ø 
Hadits Pertama[1]

Sa’id ibnu
salim telah menceritakan kepada kami, dari shofyan ats-tsauri, dari Abdullah
ibnu Aqil, dari Muhammad ibnul hanafiyyah, dari ayahnya, bahwa Rasulullah SAW
pernah bersabda:

مِفْتاَحُ
الصَلاةِ الوُضُوءُ وَتحْرِمُهَا التَّكْبِيرُوَتَحْلِيلُهاَ
السَّلاَمُ.

“Kunci shalat adalah wudhu tahrimnya
adalah takbir dan tahlilnya adalah salam.”


Ø  Hadits Kedua[2]

Ibrahim ibnu
Muhammad telah menceritakan kepada kami, dari Ali ibnu Yahya Ibnu Khallad, dari
ayahnya, dari kakeknya yaitu Rifa’ah Ibnu Malik yang menceritakan bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah bersabda:

إذَا قاَمَ
أَحَدُكُمْ إِلَى الصَّلاَةِ فَلْيَتَوَضَّأْ كَمَا أَمَرَالله تَعَالَى ثُمَّ
لِيُكَبِّرْ فَإِنْ كَانَ مَعَهُ شَيْءٌ مِنَ الْقُرأنِ قَرَأَبِهِ وَإِنْ لَمْ
يَكُنْ مَعَهُ شَيْءٌ مِنَ القُرْأنِ فَلْيَحْمَدِ الله وَلْيُكَبِّرْهُ ثُمَّ
لِبَرْكَعْ حَتَّى يَطْمَئِنَّ رَاكِعاً ثُمَّ لِيَقُمْ حَتَّى يّطْمَئِنَّ قَا
ئِمًا ثُمَّ لِيَسْجُدْ حَتَّى يَطْمَّئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ لِيَرْفَعْ رَأْسَهُ
فَلْيَجْلِسْ حَتَّى يَطْمَئِنَّ جَالِساً فَمَنْ نَقَصَ مِنْ هَذِهِ
فَإِنَّمَايَنْقُصُ مِنْ صَلاَتِهِ.

“Apabila seseorang diantara kalian
bermaksud melakukan shalat, hendaklah berwudlu seperti apa yang telah
diperintahkan oleh Allah SWT, kemudian bertakbir. Apabila ia hafal sesuatu dari
al-Qur’an, hendaklah ia membacanya dan jika tidak hafal sesuatupun dari
al-Qur’an, hendaklah membaca tahmid dan takbir kepada Allah SWT. Setelah itu
hendaklah rukuk hingga tumakninah dalam keadaan rukuk. Kemudian bangkit hingga
tumakninah dalam keadaan berdiri (I’tidal), kemudian sujud hingga tuma’ninah
dalam keadaan sujud, kemudian mengangkat kepalanya, lalu duduk hingga
tuma’ninah dalam keadaan duduk. Barangsiapa yang mengurangi sesuatu dari hal
tersebut, sesungguhnya ia hanya mengurangi bagian dari shalatnya.”


Ø  Hadits ketiga[3]

Sufyan ibnu
Uyaynah telah menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Abuz Zinad, dari
Al-A’raj, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW, pernah bersabda:

لَا
يُصَلِّيِنَّ أَحَدُكُمْ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِلَيْسَ عَلَى عَاتِقِهِ مِنْهُ شَيْئٌ

“Janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian
melakukan shalat dengan memakai satu kain, sedangkan pada kedua sisi pundaknya
tidak terdapat suatu pakaian apapun (bertelanjang dada).”

C.    Analisa Rijal

Dalam menentukan kualitas perawi hadis diatas, kita perlu meneliti
masing-masing perawi. Diantaranya sebagai berikut:

1.      Analisa Rijal dalam hadis pertama

a.      
Said Ibnu Salim[4]

b.     
Sufyan Ats-Tsauri  (97-161 H)

Nama aslinya Abu Abdillah Sufyan bin Sa’id bin Masruq
al-Kufi, ia seorang Al-hafiz adh-Dhabith (Penghafal yang cermat). Ia lahir di
Kufah pada tahun 97 H. Ayahnya Sa’id salah seorang ulama Kufah, ia cermat dalam
periwayatan hadist sehingga Syu’bah bin al-Hajjaj, Sufyan bin Uyainah dan Yahya
bin Ma’in menjulukinya “Amirul Mu’minin fil Hadits”,
gelar yang sama disandang oleh
Malik bin Anas.

Mengenai dia, Al-Khatib al-Baghdadi berkata: “Sufyan
adalah salah seorang diantara para imam kaum muslimin dan salah seorang dari
pemimpin agama, kepemimpinannya disepakati oleh para ulama, sehingga tidak
perlu lagi pengukuhan terhadap ketelitian, hapalan
”.

Sufyan at-Tsauri meriwayatkan hadist dari Al-A’masi
(sulaiman bin Mihran), Abdullah bin Dinar, Ashim al-Ahwal, Ibn al-Munkadir dan
lainya. Sedangkan yang diriwayatkan darinya ialah Aburahman Auza’i, Abdurahman
bin Mahdi, Mis’ar bin Kidam dan Abban bin Abdullah al-Ahmasi.
Orang terakhir yang meriwayatkan darinya adalah Ali bin al-Ja’d.

Abdullah bin Mubarak berkata: ” Aku telah mencatat dari 1.100 orang guru dan
aku tidak pernah mencatat dari seseorang yang keutamaannya melebihi Sufyan
”.
Namun ada diantara ulama meriwayatkan dari Ibn Mubarak bahwa Sufyan Ats-Tsauri
terkadang meriwayatkan Hadits Mudallis.

Ibnu
Mubarak berkata: ” Aku pernah menceritakan hadits kepada Sufyan, lalu pada
kesempatan lain aku datang kepadanya ketika ia tengah mentadliskan hadits
tersebut, dan ketika ia melihatku tampak ia malu dan berkata : ” Aku
meriwayatkan bersumber dari anda”
. Jika ini benar, untuk
menyepakati antara dua perkataan Ibnul Mubarak maka pentadlisan yang dilakukan
Sufyan itu termasuk tadlis yang tidak membuatnya tercela.
Karena itu ia berkata kepada Ibnul Mubarak:
Aku
meriwayatkannya bersumber dari anda
”. Dengan perkataan tersebut ia
menghendaki bahwa sanad hadits yang sampai kepadanya tersebut dianggap tsiqah.
Ats
Tsauri wafat di Basrah pada tahun 161 H[5]
.

c.      
Abdullah ibnu Aqil

Muhammad ibn Aqil, putra
dari Aqil ibn Abi Thalib. Beliau di klaim sebagai nenek moyang klan Darod
Somalia, melalui keturunannya Syeikh Abdirahman bin al-Isma’il Jaberti.
Muhammad ibn Aqil meninggal pada pertempuran Karbala[6].

d.      Muhammad ibnul
Hanafiyyah

Muhammad ibn alHanafiah lahir di Madinah
sekitar 633M (meskipun
juga dikatakan selama era Umar), ketiga putra
Ali. Dia disebut
Ibn alHanafiah
setelah ibunya, Khawlah binti Ja’far, ia
dikenal sebagai
Hanafiah setelah
dia
suku Bani Hanifah[7]
.

2.     
Analisa Rijal dalam hadis kedua

a.      Ibrahim ibnu
Muhammad

Ibrahim ibnu Muhammad adalah putra dari Nabi Muhammad SAW
dengan istrinya Maria al-Qibtiyya. Ia dilahirkan pada bulan terakhir pada tahun
8 H[8].

b.      Ali ibnu Yahya
Ibnu Khallad
[9]

c.       Rifa’ah Ibnu
Malik

Nama asli beliau Rifa’ah ibnu Rafi’ ibnu Malik ibnul
Ajlan ibnu Amr ibnu Amir ibnu Zuraiq ibnu Abdu Haritsah ibnu Adhb ibnu Jusym
ibnul Khazraj Az-Zuraqi, seorang ahli Badar yang agung, meninggal di masa awal
pemerintahan Mu’awiyah[10].

3.     
Analisa Rijal dalam hadits ketiga

a.      Sufyan ibnu
Uyaynah (107 H-198 H)

Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Sufyan bin Uyainah
bin Maimun al-Hilali al-Kufi. Sufyan ibn Uyaynah lahir pada tahun 725 M / 107
H. Beliau mengatakan dirinya bahwa dia pertama kali duduk resmi
dengan guru agama pada usia 12 tahun ketika dia menghadiri pelajaran dari Abd
al-Karim Abu Umayyah
[11].

Ia sempat bertemu dengan 87 tabi’in dan mendengar hadits dari 70 orang
diantara mereka. Yang paling terkenal diantaranya adalah Ja’far ash-Shadiq,
Humaid ath-Thawil, Abdullah bin Dinar, Abu az-Zinad dan Shalih bin Kaisan
, Amr ibn Dinar, Al-Zuhri,
Ziyad ibn Allaqah, Abu Ishaq, al-Aswad bin Qays, Zaid bin Aslam, Abdullah bin
Dinar, Mansur ibn al-Mutamir, Abd al-Rahman ibn al-Qasim dan banyak lain
.

Murid-muridnya
yang meriwayatkan hadits darinya antara lain: Al-A’masi, Mis’ar bin Kidam,
Abdullah bin Mubarak, Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma’in, dan Ali bin Madini.

Pada
tahun 163 H ia pindah dari Kufah ke Makkah, ia menetap di kota ini mengajar
hadits dan al-Quran kepada orang orang Hijaz sampai dengan wafatnya.

Ibnu
Hajar Al-Asqalani berkata mengenai dirinya: ”Dia (sufyan bin Uyainah) seorang yang Tsiqah,
Hafidz, dan seorang yang ahli fiqh, boleh jadi dia melakukan Tadlis tetapi dari
orang-orang yang terpercaya
”.

Ia meriwayatkan hadits sekitar 7.000 hadits, Imam Syafi’I memberikan kesaksian atas keilmuannya: “Andaikata
tidak ada Malik dan Ibnu Uyainah, niscaya hilang ilmu Hijaz
”.
Ia wafat pada tahun 198 H di Makkah dalam usia 91
tahun[12].

b.      Az-Zuhri (w.
123 H)

Nama sebenarnya adalah Muhammad bin Muslim bin Abdullah,
alim dan ahli fiqh.
Al-Laits bin Sa’ad berkata: “Aku belum pernah melihat seorang alimpun yang
lebih mumpuni dari pada az-Zuhri, kalau ia berbicara untuk memberi semangat, tidak
ada yang lebih baik dari pada dia, bila dia berbicara tentang sunnah dan
al-Qur’an pembicaraanya lengkap“.

Ibnu
Syihab az-Zuhri tinggal di Ailah sebuah desa antara Hijaz dan Syam, reputasinya
menyebar sehingga ia menjadi tempat berpaling bagi para ulama Hijaz dan Syam.
Selama delapan tahun Ibnu Syihab az-Zuhri ia tinggal bersama
Sa’id bin Al-Musayyab di sebuah desa bernama Sya’bad di pinggir Syam. Disana pula ia
wafat.

Ia
membukukan banyak hadits yang dia dengar dan dia himpun. Berkata Shalih bin
Kisan: ”Aku menuntut ilmu bersama az-Zuhri, dia berkata: “mari kita tulis apa
yang berasal dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam”, pada kesempatan yang lain
dia berkata pula: “Mari kita tulis apa yang berasal dari Sahabat”, dia menulis
dan aku tidak. Akhirnya dia berhasil dan aku gagal”.

Kekuatan
ha
falan
dan kecermatan az-Zuhri dapat disimak oleh Hisyam bin Abdul Malik pernah ia
meminta untuk mendiktekan kepada beberapa orang anaknya, dan az-Zuhri ternyata
mampu mendiktekan 400 hadits. Setelah keluar dari rumah Hisyam dan kepada yang
lainpun ia menceritakan 400 hadits tersebut. Setelah sebulan lebih ia bertemu
lagi dengan az-Zuhri, Hisyam berkata kepadanya “Catatanku dulu itu telah hilang
“, kali ini dengan memanggil
juru tulis
az-Zuhri mendiktekan lagi 400 hadits tersebut. Hisyam mengagumi kemampuan
az-Zuhri,.

Kecermatan
dan penguasaan hadits oleh az-Zuhri membuat Amr bin Dinar mengakui keutamaanya
dengan berkata : ”Aku tidak melihat ada orang yang yang
pengetahuannya terhadap hadits melebihi az-Zuhri”
.

Az-Zuhri
memang selalu berusaha keras untuk meriwayatkan hadits, ada yang berkata bahwa
az-Zuhri menghimpun hadits jumlahnya mencapai 1.200 hadits, tetapi yang musnad
hanya separuhnya.

Az-Zuhri
meriwayatkan hadits bersumber dari
Abdullah bin Umar, Abdullah bin Ja’far, Sahal bin Sa’ad, Urwah bin az-Zubair, Atha’ bin Abi Rabah. Ia juga mempunyai riwayat-riwayat yang
mursal dari Ubadah bin as-Shamit,
Abu Hurairah, Rafi’ bin Khudaij, dan beberapa lainnya.

Imam
al-Bukhari berpendapat bahwa sanad az-Zuhri yang paling shahih adalah az-Zuhri,
dari Salim, dari ayahnya. Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah menyatakan bahwa
sanadnya yang paling shahih adalah az-Zuhri, dari Ali bin Husain, dari bapaknya
dari kakeknya (Ali bin Abi Thalib)”.
Ia wafat di Sya’bad pada tahun 123 H, ada yang mengatakan ia wafat tahun
125 H[13].

c.       Abi az-Zinad
(64 H-130H)

Ia bernama Abdullah ibn Dzakwan al-Qurasyi, meriwayatkan
hadits diantaranya dari Anas, Aisya bint Sa’d, Abu Umamah, Said ibn
al-Musayyib, Abban ibn Usman, al-A’raj, dan Kharijah ibn Zaid. Haditsnya
diriwayatkan diantaranya oleh Shalih ibn Kaisan, Ibn Abi Mulaikah, Hisyam ibn
Urwah, Syu’aib ibn Abi Hamzah, Ibn Ishaq, Malik, Sa’id ibn Hilal, Sufyan
ats-Tsauri dan Sufyan ibn Uyainah. Menurut Ibn Ma’in, ia termasuk orang yang
tsiqah dan haditsnya dapat diterima sebagai hujjah. Menurut Bukhari, Sanad yang
paling shahih kepada Abu Hurairah adalah sanadnya Abu az-Zinad, dari al-A’raj,
dai Abu Hurairah[14].

d.      Al-A’raj (w.110
H)

Nama aslinya Abdurrahman ibn Hurmuz. Ia merupakan tabi’i
yang tsiqah dan meriwayatkan dari Abu Hurairah, Abu Sa’id, Abdullah ibn Malik
ibn Buhainah, Ibn Abbas, Muhammad ibn Maslamah, Usaid ibn Rafi’ dan Ubaidillah
ibn Abi Rafi’. Sementara haditsnya diriwayatkan oleh Zaid ibn Aslam, Rabi’ah,
Musa ibn Uqbah, Az-Zuhry, Abu Az-Zinad dan Abdullah ibn Ka’b ibn Malik[15].

e.       Abu Hurairah
(w. 57 H)

Ia bernama Abdurrahman ibn Shakhr ad-Dausy, salah seorang
sahabat Rasulullah SAW, namanya pada masa Jahiliah adalah ‘Abd Syams dan
digelari denagn Abu Huraairah karena ia menemukan seekor anak kucing dan
menggendongnya. Ia banyak meriwayatkan hadits di antaranya dari Nabi SAW, Abu
Bakar, Umar, Ibn al-Abbas, Aisyah, Usamah ibn Zaid. Sedangkan haditsnya
diriwayatkan oleh Ibn Abbas, Ibn Umar, Qabishah ibn Dzu’aib, Abu Salamah, ‘Irak
ibn Malik al-Ghifary, Qais ibn Abi Hazim, Abdurrahman ibn Hurmuz al-A’raj, Muhammad
ibn Sirin, Said ibn al-Musayyib, ‘Amr ibn Syarahil dan Malik ibn Abi Amir
al-Ashbahi.[16]

D.   
Analisa Sanad

Berikut bagan
transmisi periwayatan (sanad):

1.     
Sanad hadis pertama

رسول الله صلي الله عليه وسلم

محمد ابن حنففية

عبد الله ابن عاقل

سفيان الثوري

سعيدابن سالم

2.      Sanad hadis kedua

رسول الله صلي الله عليه وسلم

رفاعة ابن مالك

يحي ابن خالد

ابراهيم ابن محمد

3.      Sanad hadis
ketiga

رسول الله صلي الله عليه وسلم

أبو هريرة

الاعراج

أبو الزينا د

أ الزهري

سفين ابن أوياينة

E.    
Analisa Fiqih

Para ulama
membagi syarat shalat menjadi dua macam. Yang pertama, syarat wajib shalat.
Syarat wajib shalat adalah syarat yang menyebabkan seseorang wajib melaksanakan
shalat. Yang kedua yaitu syarat sah shalat. Syarat sah shalat adalah syarat
yang menjadikan shalat seseorang diterima secara syara’ disamping ada kriteria
lain, seperti rukun shalat
[17].

Syarat wajib shalat adalah sebagai berikut:

1.     
Islam
Shalat diwajibkan kepada setiap muslim, baik perem[uan maupun laki-laki. Orang
kafir tidak dituntut untuk melaksanakan shalat, namun mereka tetap menerima
hukuman di akhirat. Menurut kesepakatan para ulama, apabila orang kafir masuk
islam tidak diwajibkan kepadanya untuk membayar shalat yang ditinggalkannya
selama dia kafir
[18].

2.     
Baligh
Meskipun anak-anak tidak diwajibkan untuk melaksanakan shalat, namun mereka
tetap harus diajarkan untuk melaksanakan shalat, dengan maksud untuk
membiasakan apabila mereka sudah baligh. semenjak umur tujuh tahun anak-anak
sudah harus dibiasakan melaksanakan shalat, dan boleh dipukul dengan tidak
membahayakan apabila usianya telah sepuluh tahun enggan untuk melaksanakan
shalat.

3.     
Berakal.

Orang gila, orang yang mempunyai penyakit
seperti sawan (ayan) tidak diwajibkan shalat, karena akal merupakan prinsip
dalam menetapkan kewajiban, demikian menurut para jumhur ulama. Namun demikian
menurut Syafi’iyah disunatkan meng-qadhanya apbila sudah sembuh. Akan tetapi
golongan Hanabilah berpendapat bahwa bagi orang yang tertutup akalnya karena
sakit atau sawan (ayan) wajib meng-qadha shalat. Hal ini diqiyaskan kepada
puasa, karena puasa tidak gugur disebabkan penyakit tersebut
[19].

Adapun syarat-syarat sah shalat diantaranya:

1.      Mengetahui masuk waktu

Shalat tidak sah apabila seseorang yang
melaksanakannya tidak mengetahui secara pasti atau dengan persengkaan (dugaan)
yang berat bahwa waktu telah masuk, sekalipun ternyata dia shalat dalam
waktunya. Demikian juga orang ragu, shalatnya tidak sah.

2.      Suci dari hadas kecil dan hadas besar

Penyucian hadas kecil dengan wudhu dan
penyucian hadas besar dengan mandi.

3.      Suci badan, pakaian dan tempat dari najis
hakiki

Untuk keabsahan shalat disyaratkan suci badan,
pakaian dan tempat dari najis yang tidak dimaafkan, demikian menurut pendapat
jumhur ulama. Namun menurut pendapat dari golongan Malikiyah adalah sunah
mu’akad.

4.      Menutup aurat

Kewajiban menutup aurat di dalam shalat
termasuk hal yang telah disepakati (ijma’) ulama. Menurut Ahmad ibn Hanbal,
aurat laki-laki hanyalah qubul dan duburnya, tetapi seluruh tubuh perempuan
adlah aurat, termasuk wajah dan tangannya. Menurut Abu Hanifah, telapak kaki
permpuan tidak termasuk aurat[20].

5.      Menghadap kiblat

Ulama sepakat bahwa menghadap kiblat merupakan
syarat sah shalat. Menghadap kiblat dikecualikan bagi orang yang shalat
al-khauf dan shalat sunat di atas kendaraan bagi musafir yang dalam perjalanan.
Golongan Malikiyah mengaitkan dengan situasi aman dari musuh, binatang buas dan
ada kesanggupan. Oleh karena itu tidak wajib menghadap kiblat apabila ketakutan
atau tidak sanggup seperti orang sakit. Ulama sepakat, bagi orang yang
menyaksikan Ka’bah wajib menghadap ke Ka’bah itu sendiri secara tepat, tetapi
bagi orang yang tidak menyaksikannya, karena jauh di luar kota Mekkah, hanya
wajib menghadapkan muka ke arah Ka’bah. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat
harus menghadapkan muka ke Ka’bah itu sendiri sebagaimana halnya orang yang
berada di kota Mekkah. Caranya harus diniatkan dalm hati bahwa menghada itu
tepat pada Ka’bah.

6.      Niat

Sebagaimana ibadah lainnya shalat juga tidak
sah bila tidak disertai dengan niat. Golongan Hanafiah dan Hanabilah memandang
niat sebagai syarat shalat, demikian juga pendapat yang lebih kuat dari
kalangan Malikiah[21].

F.      Hikmah dan
Penutup

Shalat
merupakan suatu aktifitas yang terdiri dari beberapa ucapan ysng dimulai dengan
takbir dan diakhiri dengan salam[22].
Kewajiban shalat itu dibebankan atas orang yang memenuhi syarat diantaranya
Islam, baligh, berakal dan suci. Sedangkan shalat dianggap sah secara syara’
apabila dilakukan dengan memenuhi persyaratan tertentu. Dalam hal ini yang
dimaksudkan adalah suci badan dari hadas dan najis, menutup aurat dengan
pakaian yang bersih, mengetahui masuknya waktu shalat dan menghadap kiblat.

DAFTAR PUSTAKA

An-Naisabury, Muslim ibn Hajjaj. Shahih Muslim.
(Beirut: Dar Ihya at-Turats al-Araby, t.t)

As-sinddi, Syekh Muhammad Abid. Musnad Syafi’i

            Khalifah, Muhammad Rasyad. At-Ta’lif
bayn Mukhtalaf al-Hadits,
(Cairo:Hai’ah Ammah li Syu’un al-Mahtabi’
al-Amiriyah, 1984)

Ma’ruf, Tolhah, dkk. Fiqih Ibadah. Lembaga Ta’lif
Wannasyir:Kediri.

Nasution, Lahmudin. Fiqih 1.

Ritonga, A. Rahman dan Zainuddin, Fiqh Ibadah,
Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997

            http://abihumaid.wordpress.com/2010/04/16/muhammad-bin-syihab-az-zuhri-wafat-125-h/ tgl. 23-sept-2012

http://abihumaid.wordpress.com/2011/02/16/sufyan-ats-tsauri-97-161-h/ tgl21-09-2012

http://en.wikipedia.org/wiki/Ibrahim_ibn_Muhammad

http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_ibn_al-Hanafiyyah

http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_ibn_Aqil

http://en.wikipedia.org/wiki/Sufyan_ibn_%60Uyaynah

http://sahabat-amrin.blogspot.com/2011/08/syarat-wajib-dan-sah-shalat.html.
tgl 21-9-2012

http://abihumaid.wordpress.com/2011/02/16/sufyan-bin-uyainah-wafat-198-h/ tgl 23-09-2012



[1] Syekh Muhammad Abid As-sinddi. Musnad Syafi’i. Hal 143

[2] Ibid,

[3] Ibid, hal. 129

[4]  Penulis telah berusaha mencari
riwayat hidup beliau dalam beberapa kitab seperti musnad syafi’i dan hadits-hadits
kitab bulugh al-maram,
serta di beberapa website islam tidak ditemukan
riwayat hidup Sa’id ibn Salim.

[5] http://abihumaid.wordpress.com/2011/02/16/sufyan-ats-tsauri-97-161-h/ tgl21-09-2012

[6] http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_ibn_Aqil

[7] http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_ibn_al-Hanafiyyah

[8] http://en.wikipedia.org/wiki/Ibrahim_ibn_Muhammad

[9] Penulis telah berusaha mencari riwayat hidup beliau dalam beberapa kitab
seperti musnad syafi’i dan hadits-hadits kitab bulugh al-maram, serta
di beberapa website islam tidak ditemukan riwayat hidup Ali ibn Yahya ibn
Khallad

[10] Opcit, Syekh Muhammad Abid As-sinddi. Hal 1437

[11] http://en.wikipedia.org/wiki/Sufyan_ibn_%60Uyaynah

[12] http://abihumaid.wordpress.com/2011/02/16/sufyan-bin-uyainah-wafat-198-h/ tgl. 23-september2012

[13] http://abihumaid.wordpress.com/2010/04/16/muhammad-bin-syihab-az-zuhri-wafat-125-h/ tgl 2012-09-23

[14] Muslim ibn Hajjaj an-Naisabury. Shahih Muslim. (Beirut: Dar Ihya
at-Turats al-Araby, t.t), juz 3, h. 178

[15] Ibid, juz 4, hal. 562

[16] Muhammad Rasyad Khalifah. At-Ta’lif bayn Mukhtalaf al-Hadits, (Cairo:Hai’ah
Ammah li Syu’un al-Mahtabi’ al-Amiriyah, 1984), hal. 35

[17] A. Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, Jakarta: Gaya Media
Pratama, 1997, hal. 96

[18] Ibid. hal. 96

[19]http://sahabat-amrin.blogspot.com/2011/08/syarat-wajib-dan-sah-shalat.html. tgl 21-9-2012

[20] Lahmudin Nasution. Fiqih 1
Hal 63.

[21]Ibid., tgl 21-9-2012

[22] Tolhah Ma’ruf, dkk. Fiqih Ibadah. Lembaga Ta’lif Wannasyir:Kediri.
Hal. 45.

Rate this post