Makalah Supervisi pengembangan profesi guru Lengkap dengan Referensinya

Diposting pada
      
I.           
Pendahuluan

Upaya
peningkatan kualitas pendidikan dari tahun ke tahun selalu menjadi program
pemerintah. Salah satunya dengan ditetapkannya UU. No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Kualitas
pendidikan ditentukan oleh  penyempurnaan integral dari seluruh komponen
pendidikan seperti kualitas guru, penyebaran guru yang merata, kurikulum, sarana
dan prasarana yang memadai, suasana PBM yang kondusif, dan kualitas guru yang
meningkat dan didukung oleh kebijakan pemerintah. Guru merupakan titik sentral
peningkatan kualitas pendidikan yang bertumpu pada kualitas proses belajar
mengajar. Oleh sebab itu peningkatan profesionalisme guru merupakan suatu
keharusan.



Guru
profesional tidak hanya menguasai bidang ilmu, bahan ajar, dan metode yang
tepat, akan tetapi mampu memotivasi siswa, memiliki keterampilan yang tinggi
dan wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan. Profesionalisme guru secara
konsinten menjadi salah satu faktor terpenting dari mutu pendidikan. Guru yang
profesional mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kendala
sumber daya dan lingkungan. Namun, untuk menghasilkan guru yang profesional
juga bukanlah tugas yang mudah.

Dewasa ini
banyak sekali guru-guru diberbagai tingkat pendidikan yang masih jauh dari
sikap profesional. Kebanyakan mereka masuk kesuatu tingkat sekolah tertentu
masih mempunyai sikap acuh tak acuh. Diatara mereka hanya berkerja untuk
mengajar saja tanpa memikirkan bagaimana mengajar yang baik, tanpa memikirkan
bagaimana membuat administrasi pendidikan yang baik dan kadang-kadang juga
hanya sekedar menjalankan tugas. Sehingga, proses belajar dan pembelajaran di
negara kita masih jauh ketinggalan dengan negara berkembang lainnya. Oleh
karena itu, kami perlu menyusun makalah dengan judul “supervisi Pengembangan
Profesi Guru”.


   
II.           
Rumusan
Masalah

1.     
Bagaimana
konsep profesi
guru?

2.     
Bagaimana karakteristik dan jenis pengembangan profesi
guru?

3.     
Bagaimana Supervisi
pendidikan sebagai sarana pengembangan profesi guru
?


 III.           
Pembahasan

1.     
konsep profesi guru

Menurut Martinis Yamin (2006: 2-3) menyatakan
profesi merupakan seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian,
kemampuan, tehnik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas. Dengan demikian
profesi merupakan makna, bahwa profesi yang disandang oleh tenaga kependidikan
atau guru, adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, keahlian, dan ketelatenan untuk menciptakan anak memiliki perilaku
suatu sesuai dengan yang diharapkan.

Profesionalisme guru adalah suatu tingkat
penampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan sebagai guru yang didukung
dengan keterampilan dan kode etik.[1]

Kode etik guru Indonesia merupakan himpunan
nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik, sistematik
dalam suatu sistem yang utuh. Kode etik guru Indonesia berfungsi sebagai
landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan
tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta
dalam pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat.

Tujuan kode etik di antaranya yaitu:

a.   
Menjunjung tinggi martabat profesi

b.   
Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para
anggotanya

c.   
Sebagai pedoman berperilaku

d.  
Untuk meningkatkan pengabdian para anggota
profesi

e.   
Untuk meningkatkan mutu profesi

f.    
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi

Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu
organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya, lazimnya
dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Kode etik hanya akan mempunyai
pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika
semua orang yang menjalankan profesi tersebut bergabung dalam profesi yang
bersangkutan.

Kode etik guru Indonesia ditetapkan dalam suatu
kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan cabang dan pengurus daerah PGRI dari
seluruh penjuru tanah air. Pertama dalam kongres ke XIII di Jakarta tahun 1973,
dan kemudian disempurnakan dalam kongres PGRI ke XVI tahun 1989 juga di
Jakarta.

Rumusan Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai
berikut :

a)            
Guru berbakti membimbing peserta didik untuk
membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila

b)            
Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran
professional

c)            
Guru berusaha memperoleh informasi tentang
peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan

d)           
Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya
yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar

e)            
Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua
murid dan masyarakat di sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa
tanggungjawab bersama terhadap pendidikan

f)             
Guru secara pribadi dan bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu  dan
martabat profesinya

g)            
Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan, dan kesetiakawanan social

h)            
Guru secara bersama-sama memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

i)              
 Guru
melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.[2]

Eksistensi seorang guru adalah sebagai pendidik
profesional di sekolah. Dalam hal ini guru sebagai uswatun hasanah,
jabatan administratif, dan petugas kemasyarakatan.[3]

Peran guru
profesional yaitu sebagai designer (perancang pembelajaran), edukator
(pengembangan kepribadian), manager (pengelola pembelajaran), administrator
(pelaksanaan teknis administrasi), supervisor (pemantau), inovator (melakukan
kegiatan kreatif), motivator (memberikan dorongan), konselor (membantu
memecahkan masalah), fasilitator (memberikan bantuan teknis dan petunjuk), dan
evaluator (menilai pekerjaan siswa).[4]

Konsep profesi
guru tak lepas dari suatu kompetensi yang harus dimiliki seorang
guru.Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competency yang berarti
kecakapan, kemampuan, dan wewenang. Sedangkan pengertian dari kompetensi guru
profesional yaitu orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam
bidang keguruan, sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai
guru dengan kemampuan maksimal.
[5]

Seorang guru
dalam proses belajar mengajar harus memiliki kompetensi tersendiri agar dapat
menuju pendidikan yang berkualitas, efektif, dan efisien, serta mencapai tujuan
pembelajaran. Untuk memiliki kompetensi tersebut guru perlu membina diri secara
baik, karena fungsi guru adalah membina dan mengembangkan kemampuan peserta
didik secara profesional dalam proses belajar mengajar.[6]

Untuk mencapai
tujuan tersebut, guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi, di
antaranya yaitu:

a.      
Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
pengembangan potensi yang dimiliki peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran, serta pengevaluasian hasil belajar.
[7]

b.     
Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan
personal yang mencerminkan kepribadian yang bermental sehat dan stabil, dewasa,
arif, berwibawa, kreatif, sopan santun, disiplin, jujur, rapi, serta menjadi uswatun
hasanah
bagi peserta didik. Seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar
Dewantara bahwa seorang guru harus ing ngarso sungtulodo, ing madyo mangun
karso, tut wuri hadayani
.

c.      
Kompetensi profesional, yaitu kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara mendalam dan memiliki berbagai keahlian
di bidang pendidikan. Meliputi: penguasaan materi, memahami kurikulum dan
perkembangannya, pengelolaan kelas, penggunaan strategi, media, dan sumber
belajar, memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan, memberikan bantuan dan
bimbingan kepada peserta didik, dan lain-lain.

d.     
Kompetensi sosial, yaitu kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan berinteraksi baik dengan peserta didik, orang tua peserta
didik dan masyarakat, sesama pendidik/ teman sejawat dan dapat bekerja sama
dengan dewan pendidikan/ komite sekolah, mampu berperan aktif dalam pelestarian
dan pengembangan budaya masyarakat, serta ikut berperan dalam kegiatan sosial.
[8]

Dari kompetensi di atas, seorang guru h arus bisa menjalankan kewajiban
sebagai bentuk rasa tanggungjawabnya.
Paling sedikit ada enam tugas dan tanggung jawab guru d alam mengembangkan profesinya, yakni :

a.           
Guru bertugas sebagai pengajar.

b.           
Guru bertugas sebagai pembimbing.

c.           
Guru bertugas sebagai administrator kelas.

d.          
Guru bertugas sebagai pengembang kurikulum.

e.           
Guru bertugas untuk mengembangkan profesi.

f.            
Guru bertugas untuk membina hubungan dengan masyarakat.

Tugas dan tanggung jawab di atas
merupakan tugas pokok profesi guru. Guru sebagai pengajar lebih menekankan
kepada tugas dalam merencanakan dan melaksanakan pelajaran. Tugas dan tanggung
jawab guru sebagai pembimbing memberi tekanan kepada tugas memberikan bantuan
kepada siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Tugas dan tanggung
jawab sebagai administrator kelas pada hakikatnya merupakan jalinan antara
ketatalaksanaan bidang pengajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya. Tanggung
jawab mengembangkan kurikulum membawa implikasi bahwa guru dituntut untuk
selalu untuk mencari gagasan-gagasan baru, penyempurnaan praktik pendidikan,
khususnya dalam praktik pengajaran. Tanggung jawab mengembangkan profesi pada
dasarnya ialah tuntutan dan panggilan dan untuk selalu mencintai, menghargai,
menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggungf jawab profesinya. Tanggung jawab
dalam membina hubungan dengan masyarakat berarti guru harus dapat berperan
menempatkan sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat serta sekolah
sebagai pembaharu masyarakat.

                                                                                   

2.     
karakteristik dan jenis pengembangan profesi
guru

Karakteristik guru adalah segala tindak tanduk
atau sikap dan perbuatan guru baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Misalnya, sikap guru dalam meningkatkan pelayanan, meningkatkan pengetahuan,
memberi arahan, bimbingan dan motivasi kepada peserta didik, cara berpakaian,
berbicara, dan berhubungan baik dengan peserta didik, teman sejawat, serta
anggota masyarakat lainnya.
[9]

Dengan meningkatnya karakter guru profesional
yang dimiliki oleh setiap guru, maka kualitas mutu pendidikan akan semakin
baik. Di antaranya karakteristik guru profesional yaitu:[10]

1)           
Taat pada peraturan perundang-undangan

2)           
Memelihara dan meningkatkan organisasi profesi

3)           
Membimbing peserta didik (ahli dalam bidang
ilmu pengetahuan dan tugas mendidik)

4)           
Cinta terhadap pekerjaan

5)           
Memiliki otonomi/ mandiri dan rasa tanggung
jawab

6)           
Menciptakan suasana yang baik di tempat kerja (sekolah)

7)           
Memelihara hubungan dengan teman sejawat
(memiliki rasa kesejawatan/ kesetiakawanan)

8)           
Taat dan loyal kepada pemimpin

Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar,
menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal. Kedudukan
guru sebagai tenaga profesional dimaksudkan berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran sehingga diharapkan
meningkatkan mutu pendidikan nasional secara umum
.[11]

Profesionalisme guru menuntut dipersyaratkannya
kualifikasi akademik minimum dan bersertifikat pendidik. Guru-guru PAI yang
memiliki kreteria profesional akan mampu menjalankan fungsi utama secara
efektif dan efesien untuk mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran. Tugas
GPAI semakin berat apalagi mengingat fungsi dan tujuan pendidikan nasional
adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan tujuan
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
[12]

Oleh karena itu, profesionalisme guru perlu dipupuk, dibina, dan
dikembangkan sehingga cita-cita dan tugas luhur ini bisa terwujud, yang pada
gilirannya akan tercipta bangsa yang sejahtera dan bermartabat.

Adapun jenis-jenis kegiatan pengembangan profesionalisme guru dilaksanakan
melalui berbagai strategi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun
bukan diklat antara lain:[13]

1)     
Pendidikan dan pelatihan

a.      
In Hause Training (IHT); pelatihan yang
dilaksanakan secara internal di kelompok guru, sekolah atau tempat lain yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan.

b.     
Program magang; pelatihan yang dilaksanakan di dunia kerja atau industri
yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi profesional guru.

c.      
Kemitraan sekolah; kegiatan ini bisa dilaksanakan antara sekolah dengan
alasan bahwa terdapat keunikan atau kelebihan yang dimiliki oleh mitra.

d.     
Belajar jarak jauh; kegiatan ini bisa dilaksanakan tanpa menghadirkan
instruktur dan peserta pelatihan dalam ruang atau tempat tertentu, melainkan
dengan sistem pembelajaran melalui internet dan sejenisnya.

e.      
Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus; pelatihan ini dilaksanakan oleh
lembaga-lembaga yang diberi wewenang di mana program disusun secara berjenjang,
mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tingggi.

f.      
Kursus singkat di perguruan tinggi atau tempat lainnya. Kegiatan ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam seperti kemampuan untuk
penelitian tindakan kelas, menyusun karya tulis ilmiah, merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran, dan lain-lain.

g.     
Pembinaan internal sekolah; dilakukan oleh kepala sekolah dan guru-guru
yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar,
pemberian tugas-tugas interal, dan lain-lain.

h.     
Pendidikan lanjut; kegiatan ini bisa dilaksanakan melalui tugas belajar
ataupun izin belajar. Outputnya adalah untuk menghasilkan guru-guru pembina
yang dapat membantu guru-guru yang lain untuk meningkatkan profesionalisme
guru.

2)     
Kegiatan selain pendidikan dan pelatihan

a.      
Diskusi fokus pendidikan; kegiatan ini bisa dilakukan secara berkala dengan
topik diskusi sesuai dengan maslah yang berkembang di sekolah.

b.     
Seminar; kegiatan seminar juga bisa digunakan untuk memperbaharui
pengetahuan para guru terkait peningkatan profesionalismenya.

c.      
Workshop; kegiatan ini akan lebih efektif kalau diarahkan untuk menghasilkan
produk yang bermanfaat bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun
pengembangan karir. Workshop ini bisa berupa kegiatan menyusun KTSP, analisis
kurikulum, pengembangan silabus, penyususnan RPP, dan lain-lain.

d.     
Penelitian; kegiatan ini bisa berupa penelitian tindakan kelas, penelitian
eksperimen dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran.

e.      
Penulisan buku atau bahan ajar; kegiatan ini bisa memupuk munculnya budaya
ilmiah pada diri setiap guru yang diharapkann bisa ditransformasi kepada guru
lain atau peserta didik.

f.      
Pembuatan media pembelajaran; hal ini bisa berupa alat peraga, alat
praktikum sederhana, maupun bhan ajar elektronik atau animasi pembelajaran.

g.     
Pembuatan karya teknologi atau karya seni; karya teknologi atau karya seni
bisa berupa karya yang bermanfaat bagi masyarakat atau karya yang memiliki
nilai estetika yang diakaui masyarakat.

Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan profesionalisme merupakan proses
yang harus ditempuh para guru pada saat menjalani tugas-tugas kedinasan.
Kegiatan ini diarahkan dengan tujuan untuk meningkatkan komptensi, ketrampilan,
sikap, pemahaman, dan performansi yang dibutuhkan oleh guru saat ini dan di
masa mendatang.

3.     
Supervisi
pendidikan sebagai sarana pengembangan profesi guru

Pengembangan profesionalisme guru adalah suatu keniscayaan yang harus
ditempuh jika mutu pendidikan ingin ditingkatkan, apalagi mengingat pendidikan
Indonesia yang terpuruk sekarang ini. Profesionalisme guru implikasinya bukan
hanya tertuju pada mutu pendidikan saja namun juga kepada institusi di mana
guru bekerja, dan lebih penting lagi bagi diri pribadi guru, baik sebagai upaya
peningkatan kompetensi diri maupun peningkatan penghasilan sebagai profesi.

Pengembangan profesionalisme guru harus dijalankan secara kontinyu tidak
secara parsial saja, atau hanya berhenti ketika guru sudah bersertifikasi.
Pengembangan profesionalisme guru adalah proses yang tiada henti yang dijalani
oleh seorang guru dalam menggeluti profesinya. Kegiatan ini harus mendapatkan
dukungan dari pemerintah, lembaga, maupun diri guru itu sendiri.

Memberikan
kewenangan guru dalam pengembangan profesinya relatif jarang dilakukan secara
proporsional, karena dengan kewenangan itu berarti harus diupayakan penyertaan
fasilitas
pembinaannya,
hal seperti ini kurang sekali dilaksanakan terutama di sekolah dasar. Padahal
kode Eik guru sendiri secara tegas berbunyi guru pribadi dan bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesionalnya. Untuk
mengimplimentasikan 2 (dua) aktivitas pemberdayaan yaitu, memampukan dan memberi
kewenangan
harus berpijak kepada prinsif:

1)      Dalam
mengembangkan sekolah, SDM (guru) adalah komponen paling berharga.

2)      SDM
(guru) akan berperan optimal jika dikelola dengan baik, sehingga mendukung
tercapainya tujuan institusional .

3)      Kultur
dan suasana organisasi di sekolah, serta perilaku manajerial kepala sekolah
sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah.

4)      Manajemen
SDM (guru) di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar setiap guru dapat
bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekilah ( Depdiknas,
2003:20)

Paradigma baru
pemberdayaan guru muncul ke permukaan sebagai reorientasi terhadap apa yang
dinamakan penugasan guru semata. Hal ini mengingat  pemberdayaan jauh lebih meluas kepada aspek
pemberian motivasi kepada para guru agar selalu bekerja giat, kesejahteraan
(jasmani maupun rohani ), insentif dan penghargaan atas jasa-jasa mereka,
konduite dan bimbingan untuk dapat lebih maju, adanya kesempatan untuk
meng-upgrade diri, masalah pemberhentian dan pensiun ( Ngalim, 1992 : 21 ).
Dari sinilah di perlukan paradigma baru pengembangan profesi guru dengan pola
pemberdayaan. Keberagaman guru menuntut adanya pembinaan intensif terhadap
mereka, dan salah satunya harus melalui supervisi.

Supervisi
menjadi teramat penting dalam memacu guru menjadi profesional di bidang
kerjanya, karenanya ngalim purwanto (1992 : 77 ) menegaskan supervisi tidak
lain upaya
perbaikan
dan perkembangan proses belajar mengajar secara total : ini berarti bahwa
tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru,
tetapi  juga
membina pertumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya pengadaan
fasilitas yang menunjang kelancaran proses belajar mengajar, peningkatan mutu
pengetahuan dan keterampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan  dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan
dan penggunaan metode mengajar, alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik
evaluasi pengajaran dan sebagainya.[14]

 IV.           
Kesimpulan dan
Penutup

Dari
pembahasan di atas, dapat di ambil beberapa kesimpulan di antaranya:

1.     
Menurut Martinis Yamin (2006: 2-3) menyatakan
profesi merupakan seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian,
kemampuan, tehnik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas. Dengan demikian
profesi merupakan makna, bahwa profesi yang disandang oleh tenaga kependidikan
atau guru, adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan,
kemampuan, keahlian, dan ketelatenan untuk menciptakan anak memiliki perilaku
suatu sesuai dengan yang diharapkan

2.     
Karakteristik guru adalah segala tindak tanduk
atau sikap dan perbuatan guru baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

3.     
tujuan supervisi
tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru,
tetapi  juga
membina pertumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya pengadaan
fasilitas yang menunjang kelancaran proses belajar mengajar, peningkatan mutu
pengetahuan dan keterampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan  dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan
dan penggunaan metode mengajar, alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik
evaluasi pengajaran

DAFTAR PUSTAKA

Bakar
, Yunus Abu,Syarifan Nurjan, Profesi Keguruan,
(Surabaya:AprintA,2009)

Danim ,Sudarwan
dan Khairil. Profesi Kependidikan (Bandung: Alfabeta. 2011)

Mappanganro. Pemilikan Kompetensi
Guru.
Makassar: Alauddin Press. 2010)

Mulyasa. E. Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru
. (Bandung:PT REMAJA ROSDAKARYA. 2007)

Nadhirin. Supervisi
pendidikan integrative berbasis budaya
. (Yogyakarta : idea press. 2009)

Piet,
A. Sahertian. Profil Pendidikan Profesional. (Yogyakarta: Andi Offset.
1994)

Republik Indonesia. Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
 (Jakarta: BP.
Panca Usaha. 2003)

Samana.
Profesionalisme Keguruan. (Yogyakarta: Kanisius, 1994)

Satori,
Djam’an,
dkk, Profesi Keguruan. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010)

Uno,
Hamzah
B.. Profesi Kependidikan. (Jakarta : Bumi Aksara. 2007)



[1]
Yunus Abu Bakar,Syarifan
Nurjan, Profesi Keguruan, (Surabaya:AprintA,2009) hal: 1- 10

[2]Mulyasa.
E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi
Guru
. (Bandung:PT REMAJA ROSDAKARYA. 2007). hal. 47

[3]
Samana. Profesionalisme Keguruan. (Yogyakarta: Kanisius, 1994) hal. 13
[4] Hamzah B. Uno. Profesi
Kependidikan
. (Jakarta : Bumi Aksara. 2007) hal. 22

[5] Op. Cit. Yunus Abu
Bakar,Syarifan Nurjan. Hal.  8
[6] Djam’an Satori, dkk, Profesi
Keguruan
. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2010) hal. 22
[7] Op. Cit. Yunus Abu Bakar,
Syarifan Nurjan
. Hal  11
[8] Op. Cit. Samana. hal: 56
[9]
Op. Cit. Yunus Abu Bakar, Syarifan Nurjan. Hal 6

[10] Piet, A. Sahertian. Profil
Pendidikan Profesional
. (Yogyakarta: Andi Offset. 1994) hal: 30

[11] Sudarwan
Danim dan Khairil. Profesi Kependidikan (Bandung: Alfabeta. 2011) hal. 6
[12]
Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
 (Jakarta: BP. Panca
Usaha. 2003) hal. 7
[13]
Mappanganro. Pemilikan Kompetensi Guru. Makassar:
Alauddin Press. 2010) hal 41-42
[14]
Nadhirin. Supervisi pendidikan integrative berbasis budaya. (Yogyakarta :
idea press. 2009) hal. 156-158

Rate this post