adalah agama yang sempurna yang sudah
tentu mengandung aturan dan hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh
seluruh umatnya. Dalam menentukan hukum atas manusia, Islam mengambil hukum
tersebut dari yang menciptakan manusia bukan manusia itu sendiri. Ini jauh
berbeda dengan hukum yang dibuat sendiri oleh manusia yang sudah tentu tidak
terlepas dari berbagai kekurangan.
aturan dan hukum dalam Islam memiliki sumber sendiri sebagai pedoman dalam
pelaksanaannya. Hukum Islam termaktub lengkap dalam al-Quran dan as-Sunnah yang
kemudian disebut sebagai sumber hukum Islam. Al-Qur’an dan as-Sunnah juga
terdapat beberapa dalil yang dijadikan sebagai sumber hukum Islam.
pengertian dan dalalah ayat al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam?
pembagian, kualifikasi dan dalalah, as-Sunnah sebagai sumber hukum Islam?
Pengertian Al-Qur’an
bahasa Arab merupakan masdar dari kata (قرأ) yang secara etimologis adalah bacaan. Al-Qur’an
adalah wahyu Allah SWT yang merupakan mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai sumber hukum dan pedoman hidup bagi pemeluk Islam, jika
dibaca menjadi ibadah kepada Allah.
tersebut di atas, maka firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Musa as dan Isa
as serta nabi-nabi yang lain tidak dinamakan al-Qur’an. Demikian juga firman
Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang jika dibacanya bukan
sebagai ibadah seperti hadits Qudsi tidak pula dinamakan al-Qur’an.
al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan
perantaraan malaikat Jibril serta diriwayatkan secara mutawatir dan tertulis
dalam mushaf.[1]
antara lain mengemukakan bahwa:
Al-Qur’an
merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW. apabila bukan kalam
Allah dan tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, maka tidak dinamakan
al-Qur’an, melainkan Zabur, Taurat, dan Injl. Ketiga kitab yang diturunkan
terkhir ini adalah kalam Allah, tetapi bukan diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW. bukti bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah adalah kemukjizatan yang
terkandung al-Qur’an itu sendiri, dari struktur bahasa, isyarat-isyarat ilmiah
yang dikandungnya, dan ramalan-ramalan masa depan yang diungkap al-Qur’an.
Al-Qur’an
diturunkan dalam bahasa Arab Quraisy. Hal ini ditunjukkan oleh ayat al-Qur’an,
seperti dalam surat asy-Syua,ra: 192-195, yusuf: 2, al-Zumar: 28, an-Nahl:103,
dan Ibrahim: 4. Oleh sebab itu penafsiran dan penerjemahan al-Qur’an tidak
dinamakan al-Qur’an, tidak bernilai ibadah bila membacanya seperti nilai
membaca al-Qur’an dan tidak sah shalat dengan hanya membaca tafsir atau
terjemahan al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan nama dari struktur bahasa dan makna
yang dikandungnya. Sekalipun ulama Hanafiyyah membolehkan shalat dengan bahasa
Parsi, tapi kebolehan ini hanya bersifat rukhsah (keringanan hukum), Karena
ketidakmampuan sebagian orang untuk membaca dan menghafal dan membaca ayat-ayat
al-Qur’an, terlebih lagi bagi yang baru masuk Islam.[2]
ditinjau dari dalalah atau hukum yang dikandungnya dibagi dua:
yang qoth’I dalalahnya atas hukumnya
nashnya menunjukkan kepada makna yang mudah dipahami secara tertentu, tidak ada
kemungkinan menerima ta’wil, tidak ada pengertian selain daripada apa yang
telah dicantumkam. Misalnya firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 2:
yang berzina dan laki-lakij yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus dali dera.”
deraan itu seratus kali. Tidak ada pengertian yang lain. Jadi ayat ini Qoth’I.
demikian pula yang menunjukkan harta pusaka, arti had dalam hukum atau nishab,
semuanya sudah dipastikan, sudah dibatasi.[3]
yang dzanni dalalahnya
mungkin dita’wilkan , atau dipalingkan dari makna asalnya, kepada makna yang
lain, seperti firman Allah:
tiga kali quru’(Al-Baqarah: 228)
tersebut didalam bahasa Arab mempunyai arti, yaitu suci dan haid (menstruasi)
karena itu ada kemungkinan, yang dimaksut disini tiga kali suci tetapi juga
mungkin tiga kali menstruasi..jadi disini tidak pasti dalalahnya tidak pasti
atas satu makna dari dua makna yang dimaksud. Karena itu para mujtahidin
berselisih pendapat tentang hal ini. Ada yang berpendirian tiga kali sici, ada
pula yang berpendirian tiga kali haid. Demikian abd. Wahhab Khallaf.[4]
bahwa hukum syara’ itu adalah kehendak Allah tentang tingkah laku manusia
mukallaf, maka dapat dikatakan bahwa pembuat hukum (law giver) adalah Allah SWT
al-Qur’an itu sumber pertama bagi hukum islam, sekaligus juga dalil utama fiqh.
Al-Qur’an itu membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemukan hukum-hukum
yang terkandung dalam sebagian ayatnya.
sebagai sumber utama dan pertama bagi penetapan hukum, maka bila seseorang
ingin menemukan hukum untuk suatu kejadian, tindakan pertama yang harus
dilakukan ialah mencari jawaban dan penyelesaiannya dalam al-Qur’an.
sumber dan dalil hukum fiqh terkandung dalam ayat al-Qur’an yang menyuruh umat
manusia mematuhi Allah. Hal ini disebutkan lebih dari 30 kali dalam al-Qur’an.
Perintah Allah itu berarti perintah mengikuti apa-apa yang difirmankannya dalam
al-Qur’an.[5]
Pengertian Sunnah
. secara etimologi berarti: cara yang biasa
dilakukan, apakah cara itu sesuatu yang baik, atau buruk. Penggunaan kata
sunnah dalam arti ini terlihat dalam sabda Nabi
سنّ سنّة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها ومن سنّ سنّة سيّئة فعليه وزرها ووزر من
عمل بها إلى يوم القيامة
yang membuat Sunnah yang baik maka baginya pahala
serta pahala oaring yang mengerjakanya dan siapa yang membuat Sunnah yang
buruk, maka baginya siksaan serta siksaan orang yang mengerjakannya sampai hari
kiamat”
tersebar dalam beberapa surat dengan arti “kebiasaan yang berlaku” dan “jalan
yang diikuti’. Umpamanya dalam firman Allah dalam surat Ali imran (3): 137:[6]
telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah. karena itu berjalanlah kamu di
muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan
(rasul-rasul).”
(17): 77
menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap Rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak
akan kamu dapati perobahan bagi ketetapan Kami itu.”
ulama ushul adalah “apa-apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, baik
dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun pengakuan dan sifat Nabi”. Sedangkan
sunnah dalam istilah ulama fiqih adalah “sifat hokum bagi suatu perbuatan yang
dituntut melakukannya dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti” dengan pengertian
diberi pahala orang yang melakukannya dan tidak berdosa orang yang tidak melakukannya.[7]
Sunnah
Qauliyah
lisan dari Nabi Muhammad SAW yang di dengar dan dinukilkan oleh sahabatnya,
namun yang diucapkan Nabi itu bukan wahyu al-Quran. Akan tetapi al-Quran juga
lahir dari lisan nabi yang juga didengar oleh sahabat dan disiarkannya kepada
orang lain sehingga kemudian diketahui orang banyak.
demikian, menurut lahirnya al-Quran dan Sunnah qauliyah sama-sama muncul
dari lisan Nabi. Namun sahabat yang mendengarnya dari Nabi dapat
memisah-misahkan mana yang wahyu dan mana yang ucapan biasa dari nabi.
Perbedaan tersebut da[at dilihat dengan beberapa cara, antara lain:
yang lahir dari lisan Nabi itu adalah wahyu al-Quran selalu mendapatkat
perhatian yang khusus dari nabi dan menyuruh orang lain untuk menghafal dan
menuliskannya serta mengurutkannya sesuai dengan petunjuk Allah.
al-Quran selalu dalam bentuk mutawarir atau oleh orang banyak, baik
dalam bentuk hafalan maupun tulisan.
al-Quran selalu dalam bentuk penukilan lafadz dengan arti sesuai dengan teks
aslinya yang didengar dari nabi.
yang di ucapkan Nabi dalam bentuk ayat al-Quran mempunyaidaya pesona atau
mu’jizat bagipendengarnya. [8]
Sunnah
Fi’liyah
dilihat, diperhatikan oleh sahabat nabi kemudian disampaikan dan disebarluaskan
oleh orang yang mengetahuinya. Para ulama memilah perbuatan Nabi itu menjadi
tiga bentuk:
dan tingkah laku Nabi dalam kedudukannya sebagai seorang manusia biasa atau
berupa adat kebiasaan yang berlaku di tempat beliau, seperti cara makan, minum,
berdiri, duduk, cara berpakaian, memelihara jenggot dan lain sebagainya yang
merupakan tabiat dari seorang manusia.
Nabi yang memiliki petunjuk yang mebjelaskan bahwa perbuatan tersebut khusus berlaku
untuk Nabi dan orang lain tidak boleh berbuat seperti yang dilakukan Nabi.
dan tingkah laku Nabi yang berhubungan dengan penjelasan hukum, seperti:
shalat, puasa, cara Nabi melakukan jual beli, utang piutang dan lain sebagainya
yang berhubungan dengan agama.[9]
Sunnah
Taqririyah
Taqririyah adalah penetapan Nabi atas ucapan dan perbuatan yang
dilakukan oleh para sahabat, dengan diam atau tidak ada penolakan, persetujuan,
atau anggapan baik dari beliau. Sehingga penetapan dan persetujuan itu dianggap
sebagai perbuatan yang dilakukan oleh Nabi sendiri. Seperti riwayat: Dua orang
sahabat pergi melakukan perjalanan. Ketika tiba waktu shalat, mereka tidak
mendapatkan air, maka mereka bertayamum
kemudian mengerjakan shalat. Sesaat kemudian merek mendapatkan air, maka salah
seorang diantara mereka mengulang shalat, sedang yang lain tidak. Ketika mereka
menceritakannya kepada Nabi, beliau membenarkan apa yang telah diperbuat oleh
keduanya. Belau bersabda kepada yang
tidak mengulang shalatnya, ”Engkau telah malaksanakan sunnah shalatmu sudah
cukup,” dan bersabda kepada yang
mengulang, “Engkau mendapat pahala dua kali.”[10]
sebagai penjelas terhadap hukum-hukum yang terdapat dalam al-Quran. Dalam
kesusukannay sebagai penjelas, sunnah kadang-kadangmemperluas hokum dalam
al-Quran atau menetapkan hukum sendiri diluar apa yang di tentukan Allah dalam
al-Quran.[11]
sunnah sebagai hujjah antara lain:
al-Quran. Karena Allah SWT sering kali dalam al-Quran memerinyahkan taat kepada
Rasul-Nya, menjadikan taat kepada Rasul sebagai bukti ketaatan kepadanya.
Seperti dalam firman Allah SWT:[12]
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(QS: an-Nisa’: 59)
akan kewajiban mengikuti sunnah Rasul. Di masa hidup Nabi, para sahabat telah
malaksanakan hukum, menjalankan perintah dan menjauhi larangan Nabi. Dalam
melaksanakan kewajiban mengikuti, mereka tidak memnedakan antara hukum yang
berasal dari wahyu Allah berupa al-Quran atau hukum yang keluar dari Nabi
sendiri.
bersifat global, hukum dan petunjuk pelaksanaannya tidak terperinci. Seperti
firman Allah: [13]
sembahyang dan tunaikanlah zakat!”(QS. An-Nisaa’: 77)
ulama Hanafiah, hadits ditinjau dari segi periwayatannya dibagi menjadi Hadits
Mutawattir, Hadits Masyhur, dan Hadits Ahad.
dibagi menjad dua, yaitu Hadits mutawatir dan hadits ahad. Hadits masyhur
menurut ulama Hanafiyah termasuk ke dalam bagian hadits ahad dalam pembagian
hadits ahad dalam pembagian menurut jumhur.
dari Nabi SAW. Pada masa sahabat, tabiin, tabiit tabiin, oleh orang banyak yang
menurut adat kebiasaan tidak mungkin mereka sepakati untuk berbuat dusta,
lantaran banyaknya jumlah mereka. Contohnya dari sunah amaliyah,seperti
melakukan sholat, puasa,haji,dll. Dari sunah qauliyah seperti hadits:[14]
كذّب علىّ متعمّدا فليتبوّأْ مقعده من النار
kepada-Ku dengan sengaja, maka silahkan menempati tempatnya di neraka.”
dengan cara yang mutawatir, yang menetapkan kebenaran asalnya dari Rasulullah
SAW.
diriwayatkan dari Nabi SAW. Dari para sahabat atau sekelompok orang banyak yang
tidak sampai pada batas mutawatir, kemudian diriwayatkan pada masa tabiin dan
masa tabiit tabiin oleh sejumlah orang yang sampai pada batas mutawatir.
oleh umar bin khathab dari Rasulullah SAW:
niatnya.”
antara hadits mutawatir dengan hadits masyhur yaitu bahwa hadits mutawatir
diriwayatkan dengan cara mutawatir pada tiga masa, sedangkan hadits masyhur
tidak diriwayatkan secara mutawatir, kecuali pada masa tabiin dan tabiit
tabiin. [15]
hadits yang diriwayatkan oleh perorangan yang tidak sampai pada hitungan
mutawatir. Artinya satu, dua, atau beberapa orang rawi meriwayatkan dari Rasul
yang kemudian diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang sepadan dan demikian
seterusnyabsehingga sampau kepada kita dengan sanad seperti itu. Yakni
pada setiap tingkatannya adalah perorangan, tidak sampai pada hiungan
mutawatir. Yang termasuk sunnah ahad ini adalah sebagian hadis yang dikumpulkan
dalam kitab-kitab hadis, dan hadis tersebut di beri nama Khabar al Wahid.[16]
sebagai Sumber Hukum
al-Qur’an, sebagaimana disebutkan sebelumnya. Dalam kedudukannya sebagai
penjelas, sunnah kadang-kadang memperluas hukum dalam al-Qur’an atau menetapkan
sendiri hukum di luar apa yang ditentukan Allah dalam al-Qur’an.
dalil kedua sesudah al-Qur’an dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta
mengikat untuk semua umat islam. Jumhur ulama’ mengemukakan alasan-alasannya
dengan beberapa dalil di antaranya:
al-Qur’an yang menyuruh umat untuk mentaati Rosul. Ketaatan kepada Rosul sering
dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah; seperti dalam surat al-Nisa’ (4):59:
dengan mentaati Rosul dalam ayat tersebut adalah mengikuti apa-apa yang
dikatakan atau dilakukan oleh Rosul sebagaimana tercakup dalam sunnahnya.
al-Qur’an sering menyuruh umat beriman kepada Rosul dan menetapkan beriman
kepada Rosul bersama dengan kewajiban beriman kepada Allah, sebagaimana dalam
surat al-A’rof(7):158.
al-Qur’an menetapkan bahwa apa yang dikatakan Nabi seluruhnya adalah
berdasarkan wahyu, karena beliau tidak berkata menurut kehendaknya
sendiri;tetapi semua itu adalah berdasarkan wahyu yang ditunjukkan Allah
sebagaimana terdapat dalam surat al-Najm (53): 3-4.[17]
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai sumber hukum dan pedoman hidup bagi pemeluk
Islam, jika dibaca menjadi ibadah kepada Allah. Para ulama ushul fiqih antara
lain mengemukakan bahwa:
merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW. bukti bahwa
al-Qur’an adalah kalam Allah adalah kemukjizatan yang terkandung al-Qur’an itu
sendiri, dari struktur bahasa, isyarat-isyarat ilmiah yang dikandungnya, dan
ramalan-ramalan masa depan yang diungkap al-Qur’an.
Quraisy. Al-Qur’an merupakan nama dari struktur bahasa dan makna yang
dikandungnya.
ulama ushul adalah “apa-apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, baik
dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun pengakuan dan sifat Nabi”. Sunnah ada 3
macam, yaitu:
qauliyah adalah ucapan lisan dari Nabi Muhammad SAW yang di dengar dan
dinukilkan oleh sahabatnya, namun yang diucapkan Nabi itu bukan wahyu al-Quran.
Sunnah fi’liyah adalah semua
perbuatan dan tingkah laku Nabi yang dilihat, diperhatikan oleh sahabat nabi
kemudian disampaikan dan disebarluaskan oleh orang yang mengetahuinya.Sunnah
Taqririyah adalah penetapan Nabi atas ucapan dan perbuatan yang
dilakukan oleh para sahabat, dengan diam atau tidak ada penolakan, persetujuan,
atau anggapan baik dari beliau.
sebagai penjelas terhadap hukum-hukum yang terdapat dalam al-Quran. Dalam
kedudukannya sebagai penjelas, sunnah kadang-kadang memperluas hukum dalam
al-Quran atau menetapkan hukum sendiri diluar apa yang di tentukan Allah dalam
al-Quran.
Lengkap.PT. Karya Toha Putra. 1978.
Fiqih 1. CV. Pustaka Setia. 2000.
1. PT. Dana Bhakti Wakaf. 1995.
Ushul Fiqh Jilid 1. Logos wacana ilmu. Jakarta: 1997.
Fikih. Pustaka Amani. Jakarta. 2003.
Moh. Rifa’i. Ilmu Fiqih Islam Lengkap.PT.
Karya Toha Putra. 1978. Hal 17
Chaerul Uman. Ushul Fiqih 1. CV.
Pustaka Setia. 2000. Hal 32-35
Muchtar, dkk. Ushul Fiqih Jilid 1. PT.
Dana Bhakti Wakaf. 1995. Hal.88-89
Amir syarifuddin. Ushul Fiqh Jilid 1. Logos wacana ilmu. Jakarta: 1997. Hal 73.
Abdul Wahhab Khallaf. Ilmu Ushul Fikih.
Pustaka Amani. Jakarta. 2003. Hal 40