MAKALAH – MASA’IL FIQHIYAH ” DALAM KONTEKS EKONOMI DAN DASAR HUKUMNYA (ASURANSI) ”

Diposting pada
MASA’IL FIQHIYAH DALAM KONTEKS EKONOMI DAN DASAR
HUKUMNYA
(ASURANSI)
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Masa’il Fiqhiyah
Dosen Pengampu: ………….. 


Disusun oleh Kelompok 8
1………………………………….
2…………………………………..
3…………………………………….

 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/PAI
20xxx






MASA’IL FIQHIYAH DALAM KONTEKS EKONOMI DAN DASAR HUKUMNYA
(ASURANSI)
A.    Pendahuluan
Mengikuti perjalanan kehidupan manusia
berarti mengikuti perkembangan berbagai persoalan yang muncul disekitar mereka,
persoalan yang ada akan selalu berganti dan bervariasi sejalan dengan
pergantian jaman dan waktu. Dengan adanya perjalanan waktu dan jaman akan
melahirkan persoalan baru dari yang ringan sampai yang rumit. Bagi kaum
muslimin menghadapi berbagai persoalan yang menyelimuti mereka merupakan sebuah
keniscayaan sebagai konsekuensi logis perubahan jaman dan pergantian generasi.
Persoalan yang muncul membutuhkan
jawaban dalam lingkup al-Qur’an, as-Sunnah atau bahkan diambil dari pendapat
para fuqoh salaf yang membidangi ilmu fiqih.
Persoalan tersebut muncul dalam berbagai
konteks, salah satunya konteks ekonomi. Dengan begitu berkembangnya
perekonomian di indonesia dan dunia, sehingga semua orang selalu behubungan
dengan aktifitas ekonomi seperti asuransi, jual beli dan lain lain. Maka tidak
dapat di hindari bahwa sekarang banyak dari orang islam menjadi pelaku ekonomi.
Dengan demikian maka timbulah pertanyaan dari masyarakat Islam, seperti misal
tentang asuransi.
B.     Rumusan
Masalah
  1. Bagaimanakah yang dimaksud
    dengan asuransi?
  2. Bagaimanakah hukum asuransi
    menurut syari’at islam?
     
C.     Pembahasan
a.       Asuransi
1)      Pengertian
Asuransi
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance,
yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan”. Echols dan
Shadilly memaknai kata insurance dengan (a) asuransi,  dan (b) jaminan.
Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (asuransi)
dan verzekering (pertanggungan).
Dalam bahasa Arab istilah asuransi biasa diungkapkan
dengan kata at-tamin yang secara bahasa berarti tuma’ninatun nafsi wa
zawalul khauf
, tenangnya jiwa dan hilangnya rasanya takut. Maksudnya, orang
yang ikut dalam kegiatan asuransi, jiwanya akan tenang dan tidak ada rasa takut
ataupun was-was dalam menjalani kehidupan, karena ada pihak yang memberikan
jaminan atau pertanggungan. Hal ini sama dengan seseorang yang sedang kuliah
atau sekolah yang keperluan sehari-harinya ada yang menjamin dalam pelaksanaan
kuliah dia akan merasa tenang dan tidak perlu kuatir. Berbeda dengan seseorang
yang menjalani kuliah tanpa adanya jaminan dari orang tua atau orang lain,
kuliah sambil kerja, orang tersebut menjalani kuliah tidak tenang dan ada
perasaan kuatir, karena harus mencari biaya sendiri selama kuliah.
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa
asuransi (Ar: at-ta’min) adalah “transaksi perjanjian antara dua
pihak; pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain
berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi
sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.
[1]
Menurut Dr.H. Hamzah Ya’cub dalam buku Kode Etik Dagang  Menurut Islam, menyebut bahwa
asuransi berasal dan dari kata dalam bahasa Inggris
insurance atau assurance yang berarti jaminan. Dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) dijelaskan bahwa asuransi adalah:
“Suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan suatu premi untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang dihaerapkan, yang mungkin akan dideritanya kerena suatu
peristiwa yang tak  tertentu”.
[2]
Menurut pasal 1 undang-undang no. 2
tahun 1992 tentang usaha perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian
antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum pada pihak ketiga yang mungkin ada
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan
.[3]
Sedangkan yang dimaksud dengan asuransi syari’ah dalam
Fatwa DSN MUI adalah “usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara
sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang
sesuai dengan syari’ah
”.[4]
Asuransi syari’ah mempunyai ciri, yakni
akad asuransi syari’ah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak
boleh ditarik kembali. Andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan
diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai
dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Apabila ada kelebihan
disebut mudharabah bukan riba.[5]
2)     
Prinsip Operasionalisasi Asuransi Syari’ah
Sembilan prinsip yang menjadi karakteristik
operasional ansuransi syari’ah, yakni :
1.      Tauhid (Unity)
Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk
tabungan yang ada dalam syari’ah islam. Setiap bangunan dan  aktivitas
kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan.
Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah
bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun
oleh nilai-nilai ketuhanan paling tidak dalam setiap melakukan aktivitas
berasuransi ada semacam keyakinan dalam hati bahwa Allah SWT selalu mengawasi
seluruh gerak langkah kita dan selalu berada bersama kita.[6]
2.      Keadilan
(Justice)
Prinsip kedua dalam berasuranasi adalah terpenuhinya
nilai-nilai keadilan antara pihak-pihak yang terkait dengan akad asuransi.
Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan
kewajiban anatara peserta asuransi  dan perusahaan asuransi.
Di sisi lain keuntungan yang dihasilkan oleh
perusahaan dari hasil investasi dana nasabah harus dibagai sesuai dengan akad
yang disepakati sejak awal. Jika nisbah yang disepakati antara kedua belah
pihak 40:60, maka realita pembagian keuntungan juga harus mengacu pada
keuntungan tersebut.
3.      Tolong
Menolong (Ta’awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan
asuransi adalah harus didasari dengan semangat tolong-menolong (ta’awun)
antar anggota. Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat
dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang  pada
suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian.
Praktik tolong menolong dalam asuransi adalah unsur
utama pembentuk bisnis asuransi syari’ah. Tanpa adanya unsur ini atau
semata-mata untuk mengejar bisnis berarti perusahaan asuransi itu sudah
kehilangan karakter utamanya, dan seharusnya sudah wajib terkena penalti untuk
dibekukan operasionalnyasebagai perusahaan asuransi.[7]
4.      Kerja sama
(Cooperation)
Prinsip kerja sama merupakan prinsip universal yang
selalu ada dalam literatur ekonomi islami. Kerja sama dalam bisnis asuransi
dapat berwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak
yang terlibat, yaitu antara peserta asuransi dan perusahan asuransi. Dalam
operasionalnya, akad yang dipakai dalam bisnis asuransi dapat memakai konsep mudharabah
atau musyarakah. Konsep mudharabah dan musyarakah  adalah
dua buah konsep dasar dalam kajian ekonomika dan mempunyai nilai historis dalam
perkembangan keilmuan.
5.      Amanah
(Trustworthy/al-Amanah)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat
terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas perusahaan melalui penyajian laporan
keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi
kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan.
Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan
nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor
public
. Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri peserta asuransi.
Seseorang yang menjadi peserta asuransi berkewajiban menyampaikan informasi
yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran dan tidak memanipulasi
kerugian yang menimpa dirinya.
6.      Kerelaan (al-Ridha)
Dalam bisnis asuransi, kerelaan (al-ridha)
dapat diterapkan pada setiap peserta asuransi agar mempunyai motivasi dari awal
untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahan
asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru’). Dana sosial (tabarru’)
memang betul-betul digunakan untuk tujuan membantu anggota asuransi yang lain
jika mengalami bencana kerugian.
7.      Larangan Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah “tambahan”.
Dalam pengertian lain, secara linguistik riba berarti tumbuh dan membesar.
Sedangkan untuk istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun
secara umum terdapat benang merah yang menjelaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil
yang bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.[8]
8.      Larangan Judi
(Maisir)
Kata maisir dalam bahasa Arab arti secara
harfiah adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau
mendapat keuntungan tanpa bekerja. Judi dalam terminologi agama diartikan
sebagai “suatu transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk kepemilikan suatu
benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan
cara mengaitkan transaksi tersebut dengan kejadian atau tindakan tertentu.
Dalam industri asuransi, adanya maisir atau gambling
disebabkan adanya gharar sistem dan mekanisme pembayaran klaim.[9]
Mohd Fadli Yusof, menjelaskan bahwa unsur maisir dalam asuransi konvensional
terjadi karena di dalamnya trerdapat faktor gharar. Ia mengatakan, “adanya
unsur al-maisir “perjudian” akibat adanya unsur gharar, terutama dalam kasus
asuraxnsi jiwa. Apabila seorang pemegang asuransi meninggal dunia, sebelum
akhir periode polis asuransi, namun telah telah membayar sebagian preminya,
maka tertanggung akan menerima sejumlah uang tertentu. Bagaimana cara
memperoleh uang dan dari mana asalnya tidak diberitahukan kepada pemegang
polis. Hal inilah yang dipandang sebagai al-maisir “perjudian” dalam asuransi
konvensional”
9.      Larangan Gharar
Gharar dalam pengertian bahasa adalah al-khida’
yaitu suatu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Wahbah
al-Zuhaili memberikan pengertian tentang gharar sebagai al-khatar dan al-taghrir,
yang artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang
tampaknya menyenangkan tetapi hakikatnya menimbulkan kebencian. Oleh karena itu
dikatakan: al-dunya mata’ul ghuruur artinya dunia itu adalah kesenangan
yang menipu.[10]
b.      Hukum
Asuransi Menurut Syari’at Islam
Dalam urusan mu’amalah terdapat kaedah;[11]
الأصل
في المعاملة الإباحة إلاّ ما يمنعه الشريع
Artinya; “hukum asal dalam mu’amalah
adalah diperbolehkan, kecuali mu’amalah yang dicegah/dilarang oleh syari’at
”.
Mu’amalat yang dicegah oleh syari’at
adalah mu’amalat yang di dalamnya terdapat 7 unsur atau pantangan dalam
mu’amalat, yaitu:[12]
Pertama, maysir, yaitu segala bentuk spekulasi judi (gambling)
yang mematikan sector riil dan tidak produktif. Kedua, asusila
yaitu praktik usaha yang melanggar kesusilaan dan norma social. Ketiga,
gharar yaitu segala transaksi yang tidak transparan dan tidak jelas
sehingga berpotensi merugikan salah satu pihak. Keempat, haram
yaitu objek transaksi dan proyek usaha yang diharamkan syari’ah. Kelima,
riba yaitu segala bentuk distorsi mata uang menjadi komoditas dengan
mengenakan tambahan (bunga) pada transaksi kredit atau pinjaman dan
pertukaran/barter lebih antar barang ribawi sejenis. Pelarangan riba ini
mendorong usaha yang berbasis kemitraan yang saling menguntungkan dan
kenormalan (sunnatullah) bisnis, disamping menghindari praktik
pemerasan, eksploitasi dan pen-dzalim-an oleh pihak yang memiliki posisi
tawar tinggi terhadap pihak yang berposisi tawar rendah. Keenam, ihtikar
yaitu penimbunan dan monopoli barang dan jasa untuk tujuan permainan harga. Ketujuh,
berbahaya yaitu segala bentuk transaksi dan usaha yang membayakan
individu maupun
masyarakat serta bertentangan dengan mashlahat dalam Maqashid Syari’ah.
Ketujuh pantangan dalam mu’amalah di
atas berdasarkan dari dalil-dalil
berikut, yaitu:[13]
Firman Allah SWT Surat Al-Maidah ayat 3;
ôMtBÌhãm ãNä3ø‹n=tæ
èptGøŠyJø9$#
ãP¤$!$#ur
ãNøtm:ur
͍ƒÌ“Yσø:$#
!$tBur
¨@Ïdé&
ΎötóÏ9
«!$#
¾ÏmÎ/
èps)ÏZy‚÷ZßJø9$#ur
äosŒqè%öqyJø9$#ur
èptƒÏjŠuŽtIßJø9$#ur
èpys‹ÏܨZ9$#ur
!$tBur
Ÿ@x.r&
ßìç7¡¡9$#
žwÎ)
$tB
÷LäêøŠ©.sŒ
$tBur
yxÎ/èŒ
’n?tã
É=ÝÁ‘Z9$#
br&ur
(#qßJÅ¡ø)tFó¡s?
ÉO»s9ø—F{$$Î/
4
öNä3Ï9ºsŒ
î,ó¡Ïù
3
tPöqu‹ø9$#
}§Í³tƒ
tûïÏ%©!$#
(#rãxÿx.
`ÏB
öNä3ÏZƒÏŠ
Ÿxsù
öNèdöqt±øƒrB
Èböqt±÷z$#ur
4
tPöqu‹ø9$#
àMù=yJø.r&
öNä3s9
öNä3oYƒÏŠ
àMôJoÿøCr&ur
öNä3ø‹n=tæ
ÓÉLyJ÷èÏR
àMŠÅÊu‘ur
ãNä3s9
zN»n=ó™M}$#
$YYƒÏŠ
4
Ç`yJsù
§äÜôÊ$#
’Îû
>p|ÁuKøƒxC
uŽöxî
7#ÏR$yftGãB
5OøOb}
 
¨bÎ*sù
©!$#
֑qàÿxî
ÒO‹Ïm§‘
ÇÌÈ   
Artinya; “diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu)
yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak
panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini
orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah
kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang
.
Surat al Baqarah ayat 278-279;
$yg•ƒr¯»tƒ
šúïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qà)®?$#
©!$#
(#râ‘sŒur
$tB
u’Å+t/
z`ÏB
(##qt/Ìh9$#
bÎ)
OçFZä.
tûüÏZÏB÷s•B
ÇËÐÑÈ   bÎ*sù
öN©9
(#qè=yèøÿs?
(#qçRsŒùsù
5>öysÎ/
z`ÏiB
«!$#
¾Ï&Î!qߙu‘ur
(
bÎ)ur
óOçFö6è?
öNà6n=sù
â¨râäâ‘
öNà6Ï9ºuqøBr&
Ÿw
šcqßJÎ=ôàs?
Ÿwur
šcqßJn=ôàè?
ÇËÐÒÈ  
Artinya; 278.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. 279. Maka jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
Surat al-Maidah ayat 90;
$pkš‰r¯»tƒ
tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
$yJ¯RÎ)
ãôJsƒø:$#
çŽÅ£øŠyJø9$#ur
Ü>$|ÁRF{$#ur
ãN»s9ø—F{$#ur
Ó§ô_͑
ô`ÏiB
È@yJtã
Ç`»sÜø‹¤±9$#
çnqç7Ï^tGô_$$sù
öNä3ª=yès9
tbqßsÎ=øÿè?
ÇÒÉÈ  
Artinya;
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.
 Surat
al-Baqoroh ayat 188;
Ÿwur
(#þqè=ä.ùs?
Nä3s9ºuqøBr&
Nä3oY÷t/
È@ÏÜ»t6ø9$$Î/
(#qä9ô‰è?ur
!$ygÎ/
’n<Î)
ÏQ$¤6çtø:$#
(#qè=à2ùtGÏ9
$Z)ƒÌsù
ô`ÏiB
ÉAºuqøBr&
Ĩ$¨Y9$#
ÉOøOM}$$Î/
óOçFRr&ur
tbqßJn=÷ès?
ÇÊÑÑÈ  
Artinya; dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.
Sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya yang
halal telah jelas dan yang haram telah jelas serta diantara keduanya terdapat
yang samar (musytabihat). Sebagian besar manusia tidak dapat mengenalinya, maka
siapa saja yang menjaga diri dari yang musytabihat itu berarti dia telah
menjaga agama dan dirinya. Dan siapa saja yang terjatuh ke dalam musytabihat
itu maka ia telah terjerumus kepada yang haram, sebagaimana seseorang yang
menggembalakan ternaknya di sekeliling
batas untuk menjaga diri dari melintasi batas
itu. Ketahuilah bahwa sesungguhnya setiap raja memiliki batasan-batasan, dan
ketahuilah bahwa batasan Allah ialah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah
bahwa pada tubuh terdapat segumpal daging yang jika dia baik maka baiklah
seluruh tubuh itu, dan jika dia rusak maka rusaklah tubuh itu. Ketahuilah bahwa
dia adalah kalbu
.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hal hukum asuransi menurut syari’at islam, ada 4
golongan ulama’ yang berpendapat, yaitu:[14]
Pertama, golongan  ulama’
yang membolehkan secara mutlak melakukan asuransi. Jadi, asuransi hukumnya mubah.
Ulama’-ulama’ yang termasuk dalam golongan tersebut adalah Mushthafa Ahmad
Al-Zarqa, Muhammad Al-Bahy, Muhammad Yusuf Musa, Abd Al-Wahab Khalaf, Abd
Al-Rahman Isa, dan Muhammad Nezzatullah Shiddiqi. Kedua, golongan
ulama’ yang berpendapat sebaliknya, yaitu tidak memperbolehkan secara mutlak
melakukan suransi. Jadi, asuransi hukumnya haram. Ulama’-ulama’ yang
termasuk dalam golongan tersebtu adalah Isa Abduh, Sayyid Sabiq, Abdullah
Al-Qalqili, Muhammad Bakhit Ala-Mu’thi dan Yusuf Al-Qardhawi. Ketiga,
golongan ulama’ yang men-tafshil hukum asuransi tergantung jenis asuransinya. Sehingga
ada asuransi yang dipandang haram dan ada pula yang dipandang mubah.
Diantara ulama’ yang berpendapat demikian adalah Abdullah ibn Zaid Ali Mahmud
dan Muhammad Abu Zahrah. Beberapa jenis
asuransi syari’ah tersebut;[15]
a)     
Asuransi jiwa,
perjanjian tentang pembayaran uang dengan nikmat dari premi dan yang
berhubungan dengan hidup atau matinya seseorang. Asuransi ini bertujuan
menanggung orang terhadap kerugian finansial yang tidak terduga yang disebabkan
seseorang itu meninggal. Serta untuk memenuhi keperluan keluarganya yang
ditinggalkan.
b)     
Asuransi
kerugian, asuransi ini diberikan kepada tertanggung yang menderita kerugian
barang atau benda miliknya. Kerugian ini bisa terjadi misalnya ada bencana atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.
c)     
Asuransi
beasiswa, asuransi ini mempunyai dua bentuk. Yang pertama jangka pertanggungan
5-20 tahun disesuaikan dengan usia dan rencana sekolah anak. Yang kedua, jika
orangtua tertanggung meninggal dunis sebelum masa kontraknya habis,
pertanggungjawaban menjadi bebas premi.
d)    
Asuransi
dwiguna, asuransi ini dapat diambil dalam jangka 10, 15, 25, sampai 30 tahun.
Asuransi ini memiliki dua manfaat, yaitu perlindungan bagi keluarga seperti
halnya asuransi jiwa. Dan yang kedua tabungan bagi tertanggung, jika
tertanggung tetap hidup pada akhir jangka pertanggungan.
e)     
Asuransi sosial,
asuransi ini memberikan jaminan kepada masyarakat dan diselenggarakan oleh
pemerintah. Misalkan kecelakaan lalu lintas, asuransi ASTEK, asuransi ASKES,
dan lainnya.
Keempat, golongan ulama’ yang berpendapat bahwa hukum
asuransi termasuk syubhat (samar-samar) karena tidak ada dalil-dalil
agama yang secara jelas meng-haramkan atau yang meng-halalkan asuransi. Karena
itu, sikap yang diambil adalah ihtiyath (berhati-hati) dalam berhubungan
dengan asuransi.
Alasan yang dijadikan dasar untuk memberikan hukum
bahwa asuransi itu mubah, sebagai berikut: [16]
1.      Dalam
Al-Qur’an dan Hadis tidak didapati nash/dalil yang secara tegas melarang
asuransi.
2.      Dalam asuransi
terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak: penanggung dan
tertanggung.
3.      Asuransi
dinilai menguntungkan kedua belah pihak.
4.      Asuransi
merupakan akad mudharabah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi.
5.      Asuransi
termasuk syirkah ta’awuniyyah (semacam koperasi, usaha bersama) yang
didasarkan atas prinsip-prinsip saling tolong-menolong.
Sedangkan alasan yang dijadikan dasar oleh ulama’ yang
berpendapat bahwa asuransi itu haram:[17]
1.      Asuransi
sama dengan judi, karena tertanggung akan mengharapkan sejumlah harta tertentu
seperti halnya dalam permainan judi. Singkatnya asuransi adalah perjanjian
pertaruhan yang penuh spekulasi.
2.      Asuransi
mengandung ketidakjelasan dan ketidakpastian (jahalah dan gharar),
karena si tertanggung diwajibkan membayar sejumlah premi yang telah ditentukan,
sedangkan berapa jumlah tertentu itu akan diberikan kepada pihak tertanggung
atau tidak. Hal ini sangat tergantung pada kejadian yang telah ditentukan.
Mungkin ia akan memperoleh seluruhnya, tetapi mungkin juga tidak akan
memperolehnya sama sekali.
3.      Asuransi
mengandung riba. Karena tertanggung akan memperoleh sejumlah uang yang
jumlahnya lebih besar dari premi yang dibayarkannya kepada perusahaan.
4.      Asuransi
merupakan suatu usaha yang dirancang untuk meremehkan iradat Allah Swt.
Argumentasi ulama yang menyebut asuransi itu ada yang
boleh dan ada yang haram: Muhammad Abu Zahrah misalnya membolehkan asuransi
yang bersifat sosial dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersil. Abdullah
ibn Zaid membolehkan asuransi kecelakaan dan mengharamkan jiwa. Alasannya
hampir sama dengan kelompok pertama dan kedua di atas, hanya saja ia mencari
titik temu di antara keduanya.[18]
Dengan demikian, hukum asuransi menurut fiqih Islam
pada dasarnya adalah mubah (boleh), selama tidak terdapat unsur-unsur
yang dilarang oleh syariat Islam, seperti riba, gharar, spekulasi
dan kecurangan atau ketidakadilan dsb.
D.   
Kesimpulan
Ø  Asuransi
merupakan usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang
atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang
sesuai dengan syari’ah. Prinsip asuransi syari’ah ada sembilan; Tauhid, Keadilan,
Tolong Menolong, Kerja sama, Amanah, Kerelaan, Larangan Riba, Larangan Judi,
dan Larangan Gharar.
Ø  ada 4
pendapat ulama’; Pertama, asuransi hukumnya mubah.
Ulama’-ulama’nya; Mushthafa Ahmad Al-Zarqa, Muhammad Al-Bahy, Muhammad Yusuf
Musa, Abd Al-Wahab Khalaf, Abd Al-Rahman Isa, dan Muhammad Nezzatullah
Shiddiqi. Kedua, asuransi hukumnya haram. Ulama’-ulama’nya
;Isa Abduh, Sayyid Sabiq, Abdullah Al-Qalqili, Muhammad Bakhit Ala-Mu’thi dan
Yusuf Al-Qardhawi. Ketiga, tafshil tergantung jenis asuransinya. Ulama’-ulama’nya;
Abdullah ibn Zaid Ali Mahmud dan Muhammad Abu Zahrah. Keempat, syubhat
(samar-samar) karena tidak ada dalil yang secara jelas. Karena itu harus ihtiyath
(berhati-hati) dalam berhubungan dengan asuransi. Beberapa jenis
asuransi syari’ah; asuransi jiwa, asuransi kerugian, asuransi
beasiswa, asuransi dwiguna, dan suransi sosial.
Daftar Pustaka
Antonio, M, Syafi’i. Bank Syariah Wacana Ulama Dan Cendikiawan. TAZKIA
Institute, 1999.
Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syariah:  life and
general
. (Jakarta, Gema Insani, 2004).
Ali, Hasan. Asuransi dalam perspektif hukum
Islam, 
(Jakarta, prenada media, 2004).
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi
dan Ilustras
i, cet 2, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004)
.
Solahudin, M.,  Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam, (Surakarta :
Muhammadiyah University Press, 2006)
.
http://arditanunung.blogspot.com/2013/05/makalah-masail.html.(17/05/2014).
http://persinggahan1.wordpress.com/prostitusi-dan-perjudian/.(17/05/2014)
http://yu-rha.blogspot.com/2013/06/asuransi-dan-pegadain-dalam-islam.html.(19/05/2014).
http://musze-infoku.blogspot.com/2012/12/asuransi-dalam-tinjauan-syariat-islam_9530.html.(19/05/2014).



[1]
http://musze-infoku.blogspot.com/2012/12/asuransi-dalam-tinjauan-syariat-islam_9530.html.(19/05/2014).
[2]
M. Solahudin,  Lembaga Ekonomi dan Keuangan
Islam
, (Surakarta : Muhammadiyah University Press,
2006), hal. 127.
[3]
Heri sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah Deskripsi dan Ilustras
i, cet 2, (Yogyakarta:
Ekonisia, 2004), hal. 112
[4]
http://musze-infoku.blogspot.com/2012/12/asuransi-dalam-tinjauan-syariat-islam_9530.html.(19/05/2014).
[5]
http://arditanunung.blogspot.com/2013/05/makalah-masail.html.(17/05/2014).
[6]
http://musze-infoku.blogspot.com/2012/12/asuransi-dalam-tinjauan-syariat-islam_9530.html.(19/05/2014).
[7]
Hasan ali. Asuransi dalam perspektif hukum Islam, (Jakarta, prenada media, 2004). Hal. 125-127
[8]
M, Syafi’i
Antonio. Bank Syariah Wacana Ulama Dan Cendikiawan. TAZKIA
Institute, 1999. Hal. 59
[9]
Muhammad
Syakir Sula. Asuransi Syariah:  life and general.
(Jakarta, Gema Insani, 2004). Hal. 48
[10]
Op. Cit. Hasan ali. Hal. 134
[11]
http://persinggahan1.wordpress.com/prostitusi-dan-perjudian/.(17/05/2014)
[12]
http://persinggahan1.wordpress.com/prostitusi-dan-perjudian/.(17/05/2014)
[13]
http://persinggahan1.wordpress.com/prostitusi-dan-perjudian/.(17/05/2014)
[14]
http://yu-rha.blogspot.com/2013/06/asuransi-dan-pegadain-dalam-islam.html.(19/05/2014).
[15]
http://yu-rha.blogspot.com/2013/06/asuransi-dan-pegadain-dalam-islam.html.(19/05/2014).
[16]
http://yu-rha.blogspot.com/2013/06/asuransi-dan-pegadain-dalam-islam.html.(19/05/2014).
[17]
http://yu-rha.blogspot.com/2013/06/asuransi-dan-pegadain-dalam-islam.html.(19/05/2014).
[18]
http://yu-rha.blogspot.com/2013/06/asuransi-dan-pegadain-dalam-islam.html.(19/05/2014).
Rate this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *