HAJI
DAN UMRAH
DAN UMRAH
MAKALAH
Disusun guna
Memenuhi Tugas
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah :
Tafsir Ahkami
Tafsir Ahkami
Dosen Pengampu : ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Di susun oleh :
1…………………………………
2…………………………………
3…………………………………
4…………………………………
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN) KUDUS
TINGGI AGAMA ISLAM NEGRI (STAIN) KUDUS
JURUSAN
TARBIYAH/PAI
TARBIYAH/PAI
TAHUN
2012
2012
HAJI
DAN UMRAH
DAN UMRAH
A. Pendahuluan
Ibadah
dalam agama Islam banyak macamnya. Haji adalah salah satunya, yang merupakan
rukun Islam yang ke lima. Ibadah haji baru disyari’atkan pada tahun keenam
Hijrah menurut jumhur ulama, dan diwajibkan hanya sekali dalam seumur hidup.
Yang mana haji dan umrah adalah kewajiban bagi setiap orang Isam yang sehat dan
mampu baik mampu dalam hal kesehatan juga mampu dalam permasalahan biaya.
Demikian pula dengan penempatan haji dan umrah sebagai rukun Islam kelima atau
yang paling akhir.
dalam agama Islam banyak macamnya. Haji adalah salah satunya, yang merupakan
rukun Islam yang ke lima. Ibadah haji baru disyari’atkan pada tahun keenam
Hijrah menurut jumhur ulama, dan diwajibkan hanya sekali dalam seumur hidup.
Yang mana haji dan umrah adalah kewajiban bagi setiap orang Isam yang sehat dan
mampu baik mampu dalam hal kesehatan juga mampu dalam permasalahan biaya.
Demikian pula dengan penempatan haji dan umrah sebagai rukun Islam kelima atau
yang paling akhir.
Penempatan
haji dan umrah sebagai sebagai rukun Islam kelima, karena ibada haji merupakan
ibadah yang paling berat , memerlukan biaya yang mahal, waktu yang cukup lama
dan kesiapan fisik –material serta mental-spiritual yang harus benar-benar
baik. Belum lagi memperhatikan tempat penyelenggaraan haji dan umrah itu sendiri yang harus
dilakukan di tempat-tempat tertentu dan waktu-waktu [i]tertentu pula. Ibadah haji
dan umrah merupakan ibadah yang meminta seluruh kesiapan kita baik rohani
maupun jasmani.[1]
haji dan umrah sebagai sebagai rukun Islam kelima, karena ibada haji merupakan
ibadah yang paling berat , memerlukan biaya yang mahal, waktu yang cukup lama
dan kesiapan fisik –material serta mental-spiritual yang harus benar-benar
baik. Belum lagi memperhatikan tempat penyelenggaraan haji dan umrah itu sendiri yang harus
dilakukan di tempat-tempat tertentu dan waktu-waktu [i]tertentu pula. Ibadah haji
dan umrah merupakan ibadah yang meminta seluruh kesiapan kita baik rohani
maupun jasmani.[1]
B. Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 196-197
(#qJÏ?r&ur ¢kptø:$# not÷Kãèø9$#ur ¬! 4
÷bÎ*sù öNè?÷ÅÇômé& $yJsù uy£øtGó$# z`ÏB Äôolù;$# (
wur (#qà)Î=øtrB óOä3yrâäâ 4Ó®Lym x÷è=ö7t ßôolù;$# ¼ã&©#ÏtxC 4
`uKsù tb%x. Nä3ZÏB $³ÒÍ£D ÷rr& ÿ¾ÏmÎ/ ]r& `ÏiB ¾ÏmÅù&§ ×ptôÏÿsù `ÏiB BQ$uϹ ÷rr& >ps%y|¹ ÷rr& 77Ý¡èS 4
!#sÎ*sù ÷LäêYÏBr& `yJsù yìGyJs? Íot÷Kãèø9$$Î/ n<Î) Ædkptø:$# $yJsù uy£øtGó$# z`ÏB Äôolù;$# 4
`yJsù öN©9 ôÅgs ãP$uÅÁsù ÏpsW»n=rO 5Q$r& Îû Ædkptø:$# >pyèö7yur #sÎ) öNçF÷èy_u 3
y7ù=Ï? ×ou|³tã בs#ÏB%x. 3
y7Ï9ºs `yJÏ9 öN©9 ô`ä3t ¼ã&é#÷dr& ÎÅÑ$ym ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# 4
(#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇÊÒÏÈ kptø:$# Ößgô©r& ×M»tBqè=÷è¨B 4
`yJsù uÚtsù ÆÎgÏù ¢kptø:$# xsù y]sùu wur XqÝ¡èù wur tA#yÅ_ Îû Ædkysø9$# 3
$tBur (#qè=yèøÿs? ô`ÏB 9öyz çmôJn=÷èt ª!$# 3
(#rߨrts?ur cÎ*sù uöyz Ï#¨9$# 3uqø)G9$# 4
Èbqà)¨?$#ur Í<‘r鑯»t É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÐÈ
÷bÎ*sù öNè?÷ÅÇômé& $yJsù uy£øtGó$# z`ÏB Äôolù;$# (
wur (#qà)Î=øtrB óOä3yrâäâ 4Ó®Lym x÷è=ö7t ßôolù;$# ¼ã&©#ÏtxC 4
`uKsù tb%x. Nä3ZÏB $³ÒÍ£D ÷rr& ÿ¾ÏmÎ/ ]r& `ÏiB ¾ÏmÅù&§ ×ptôÏÿsù `ÏiB BQ$uϹ ÷rr& >ps%y|¹ ÷rr& 77Ý¡èS 4
!#sÎ*sù ÷LäêYÏBr& `yJsù yìGyJs? Íot÷Kãèø9$$Î/ n<Î) Ædkptø:$# $yJsù uy£øtGó$# z`ÏB Äôolù;$# 4
`yJsù öN©9 ôÅgs ãP$uÅÁsù ÏpsW»n=rO 5Q$r& Îû Ædkptø:$# >pyèö7yur #sÎ) öNçF÷èy_u 3
y7ù=Ï? ×ou|³tã בs#ÏB%x. 3
y7Ï9ºs `yJÏ9 öN©9 ô`ä3t ¼ã&é#÷dr& ÎÅÑ$ym ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# 4
(#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇÊÒÏÈ kptø:$# Ößgô©r& ×M»tBqè=÷è¨B 4
`yJsù uÚtsù ÆÎgÏù ¢kptø:$# xsù y]sùu wur XqÝ¡èù wur tA#yÅ_ Îû Ædkysø9$# 3
$tBur (#qè=yèøÿs? ô`ÏB 9öyz çmôJn=÷èt ª!$# 3
(#rߨrts?ur cÎ*sù uöyz Ï#¨9$# 3uqø)G9$# 4
Èbqà)¨?$#ur Í<‘r鑯»t É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÐÈ
196.
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah Karena Allah. jika kamu
terkepung (terhalang oleh musuh atau Karena sakit), Maka (sembelihlah)
korban[120] yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu[121], sebelum
korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau
ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah,
yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu Telah (merasa)
aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam
bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika
ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga
hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu Telah pulang kembali.
Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah)
bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram
(orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan
Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah Karena Allah. jika kamu
terkepung (terhalang oleh musuh atau Karena sakit), Maka (sembelihlah)
korban[120] yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu[121], sebelum
korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau
ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah,
yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu Telah (merasa)
aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam
bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika
ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga
hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu Telah pulang kembali.
Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah)
bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram
(orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan
Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.
197. (Musim) haji adalah
beberapa bulan yang dimaklumi[122], barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam
bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123], berbuat fasik
dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu
kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan
Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku Hai
orang-orang yang berakal.
beberapa bulan yang dimaklumi[122], barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam
bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123], berbuat fasik
dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu
kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan
Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku Hai
orang-orang yang berakal.
v Mufrudat
الحجُّ : haji, secara harfiah berarti
sengaja atau niat,dalam syari’at adalah berkunjung atau berziarah ke
tempat-tempat tertentu dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
sengaja atau niat,dalam syari’at adalah berkunjung atau berziarah ke
tempat-tempat tertentu dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
العمرةُ : teraambil dari kata
al-i’timar yang secara etimologi berarti berziarah. Demikian kata Al-Sayyid
Sabiq ialah mengunjungi Ka’bahuntuk melakukan thawaf di sekelilingnya, sa’i
antara Shafa dan Marwah dan kemudian mencukur rambut.
al-i’timar yang secara etimologi berarti berziarah. Demikian kata Al-Sayyid
Sabiq ialah mengunjungi Ka’bahuntuk melakukan thawaf di sekelilingnya, sa’i
antara Shafa dan Marwah dan kemudian mencukur rambut.
الحصرُ : artinya bertahan atau kesulitan
atau kesempitan.
atau kesempitan.
الهديُ : AL-Hadyu bisa digunakan untuk kata
tunggal maupun jamak. Al-Hadyu adalah sesuatu yang dihadiahkan oleh pelaku haji
atau pelaku umrah di Bait al-Haram berupa hewan ternak untuk kemudian
disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan kepada orang-orang fakir.
tunggal maupun jamak. Al-Hadyu adalah sesuatu yang dihadiahkan oleh pelaku haji
atau pelaku umrah di Bait al-Haram berupa hewan ternak untuk kemudian
disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan kepada orang-orang fakir.
حاضرِي المسجد الحرامِ : adalah penduduk makkah dan sekitarnya hingga di beberapa
daerah yang dijadikan miqot atau
tempat star niat haji dan atau umrah.
daerah yang dijadikan miqot atau
tempat star niat haji dan atau umrah.
الرَّفثَ : secara harfiah, rafats berarti ucapan yang
keji. Adapun yang dimaksud dengan rafats dalam ayat ini terdapat perbedaan
pendapat dikalangan mufasirin. Ada yang mengartikan dengan bersetubuh dan ada
pula yang menafsirkan dengan pembicaraan kotor, kemudian dari berbagai
penafsiran yang ada, dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan rafast ialah
setiap ucapan , sikap dan perbuatan yang menjurus ke arah seksual yang berpuncak
pada senggama.
keji. Adapun yang dimaksud dengan rafats dalam ayat ini terdapat perbedaan
pendapat dikalangan mufasirin. Ada yang mengartikan dengan bersetubuh dan ada
pula yang menafsirkan dengan pembicaraan kotor, kemudian dari berbagai
penafsiran yang ada, dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan rafast ialah
setiap ucapan , sikap dan perbuatan yang menjurus ke arah seksual yang berpuncak
pada senggama.
الفُسُوقَ : secara harfiah berarti gelar yang buruk.
Dalam pad itu ada yang menafsirkan al-Fusuq ini dengan sembelihan yang
dipersembahkan untuk berhala, atau mengartikan al-Fusuq dengan
tindakan-tindakan yang keluar dari batas-batas yng ditentukan syara.
Dalam pad itu ada yang menafsirkan al-Fusuq ini dengan sembelihan yang
dipersembahkan untuk berhala, atau mengartikan al-Fusuq dengan
tindakan-tindakan yang keluar dari batas-batas yng ditentukan syara.
الجَدالَ : artinya bantahan-bantahan, dan dalam
kebiasaan yang umum berlaku, al-Jidal itu sering terjadi antara pihak yang
dilayani dan yang melayani di perjalanan, karena sempitnya tempat atau waktu
dan yang menimbulkan ketidaksukaan pada hati masing-masing pihak.[2]
kebiasaan yang umum berlaku, al-Jidal itu sering terjadi antara pihak yang
dilayani dan yang melayani di perjalanan, karena sempitnya tempat atau waktu
dan yang menimbulkan ketidaksukaan pada hati masing-masing pihak.[2]
v Asbabul an-Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan ka’ab bin ‘Ujzah berkata. “Aku dibawa ke
hadapan Rasulullah saw. Dalam kondisi sakit parah. Kutu-kutu terlihat
bertebaran di wajahku. ‘Aku tidak mengira aku akan menghadapi keadaan
menyedihkan seperti ini. Apa kau punya kambing?’ Tanya Rasulullah saw. ”Tidak”,
jawab ka’ab ra. ‘ Puasalah tiga hari atau berilah makan enam orang miskin.
Setiap orang mendapat satu setengah sha’, kemudian cukurlah rambutmu.
hadapan Rasulullah saw. Dalam kondisi sakit parah. Kutu-kutu terlihat
bertebaran di wajahku. ‘Aku tidak mengira aku akan menghadapi keadaan
menyedihkan seperti ini. Apa kau punya kambing?’ Tanya Rasulullah saw. ”Tidak”,
jawab ka’ab ra. ‘ Puasalah tiga hari atau berilah makan enam orang miskin.
Setiap orang mendapat satu setengah sha’, kemudian cukurlah rambutmu.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa
“Orang-orang Yaman selalu menunaikan ibadah haji dengan tanpa membawa bekal.
Mereka berkata, ‘Kami bertawakal kepada Allah. “Akan tetapi, sesampainya mereka
di madinah, mereka meminta-minta kepada orang-orang.[3]
“Orang-orang Yaman selalu menunaikan ibadah haji dengan tanpa membawa bekal.
Mereka berkata, ‘Kami bertawakal kepada Allah. “Akan tetapi, sesampainya mereka
di madinah, mereka meminta-minta kepada orang-orang.[3]
v Munasabah
Ayat-ayat tersebut dapat juga di
hubungkan dengan ayat-ayat sebelumnya dari sisi persamaan dan upaya jihad.
Peperangan adalah jihad keluar, memelihara kesatuan umat dan agama, sedangkan
haji adalah jihad ke dalam jiwa untuk memelihara kepribadian dan menjalin persatuan
umat. Selanjutnya tidak dapat dibantah bahwa perintah berperang pada ayat-ayat
yang lalu antara lain dimaksudkan agar kaum muslimin terhindar dari agresi yang
menyebabkan mereka tidak dapat berkunjung melaksanakan haji atau umrah. Sekali
lagi, menjadi sangat wajar jika ayat-ayat yang menyusunnya adalah ayat-ayat
yang berbicara tentang hukum-hukum haji dan umrah.
hubungkan dengan ayat-ayat sebelumnya dari sisi persamaan dan upaya jihad.
Peperangan adalah jihad keluar, memelihara kesatuan umat dan agama, sedangkan
haji adalah jihad ke dalam jiwa untuk memelihara kepribadian dan menjalin persatuan
umat. Selanjutnya tidak dapat dibantah bahwa perintah berperang pada ayat-ayat
yang lalu antara lain dimaksudkan agar kaum muslimin terhindar dari agresi yang
menyebabkan mereka tidak dapat berkunjung melaksanakan haji atau umrah. Sekali
lagi, menjadi sangat wajar jika ayat-ayat yang menyusunnya adalah ayat-ayat
yang berbicara tentang hukum-hukum haji dan umrah.
Haji dan umrah dikenal sebelum
kehadiran nabi muhammad saw. Keduanya adalah ibadah yang diajarkan Nabi Ibrohim
as. Beliaulah yang diperintah Allah mengumandangkannya (QS. Al-Haj [22]: 27).
Tetapi sebagian dari praktik-praktik haji dan umrah ketika itu, sungguh
menyimpang dari tuntutan Allah dan telah disampaikan oleh para nabi itu,
Ibrohim as. Dari sini, Allah memerintahkan untuk menyempurnakan kedua macam
ibadah itu.[4]
kehadiran nabi muhammad saw. Keduanya adalah ibadah yang diajarkan Nabi Ibrohim
as. Beliaulah yang diperintah Allah mengumandangkannya (QS. Al-Haj [22]: 27).
Tetapi sebagian dari praktik-praktik haji dan umrah ketika itu, sungguh
menyimpang dari tuntutan Allah dan telah disampaikan oleh para nabi itu,
Ibrohim as. Dari sini, Allah memerintahkan untuk menyempurnakan kedua macam
ibadah itu.[4]
C.Pembahasan
Haji adalah kewajiban sekali dalam
seumur hidup, karena Rasulullah bersabda:
seumur hidup, karena Rasulullah bersabda:
الحج مرة فمن زاد فهو تطوع
Artinya: “haji itu sekali dan
barang siapa yang melakukannya lebih, dari
sekali maka itu sunnah.”[5]
barang siapa yang melakukannya lebih, dari
sekali maka itu sunnah.”[5]
فاذاقضيتم
مناسككم فاذكرواالله كذكركم اباءكم اواشدذكر[6]
مناسككم فاذكرواالله كذكركم اباءكم اواشدذكر[6]
Pelaksanaan haji dan umroh
Apabila pada musim haji sesorang
ingin sekaligus ingin melaksanakan umroh, ada tiga cara untuk melakukannya:
ingin sekaligus ingin melaksanakan umroh, ada tiga cara untuk melakukannya:
ü
Ifrod
Ifrod
ü
Tamattu’
Tamattu’
ü
Qiran
Qiran
Tiga-tiganya mempunyai arti uang
sama, yaitu mendahuluan, melaksanakan, dan menyelesaikan rukun. Tamattu’ adalah
menyelesaikan rukun, wajib, sunnah umrah, kemudian mengerjakn haji. Firman
Allah yang berbunyi seperti berikut:
sama, yaitu mendahuluan, melaksanakan, dan menyelesaikan rukun. Tamattu’ adalah
menyelesaikan rukun, wajib, sunnah umrah, kemudian mengerjakn haji. Firman
Allah yang berbunyi seperti berikut:
`yJsù
yìGyJs?
Íot÷Kãèø9$$Î/
n<Î)
Ædkptø:$#
$yJsù
uy£øtGó$#
z`ÏB
Äôolù;$#
yìGyJs?
Íot÷Kãèø9$$Î/
n<Î)
Ædkptø:$#
$yJsù
uy£øtGó$#
z`ÏB
Äôolù;$#
Terdapat
perbedaan pendapat di kalangan mufasirin mengenai apa yang dimaksud dengan
”itmam al-hajj wal umrah” dalam firman Allah واتمواالحج
والعمرة لله .[7] sebagian
menyatakan, yakni tunaikan keduanya (haji dan umrah) itu dengan sesempurna
mungkin, sesuai dengan manasik dan syarat-syarat keduanya, semata-mata karena
Allah tanpa ada tambahan dan pengurangan sekecil apapun. Adapula yang
menafsirkan demikian ”sempurnakanlah haji dan umrah itudengan melaksanakan keduanya
masing-masing sendiri-sendiri, tidak digabung atau dipisah. Sementara sebagian
yang lain menafsirkan bahwa nafkah (biaya) yang digunakan untuk haji itu harus
bersumber dari rizki yang halal, dan adapula yang menyatakan bahwa dalam
melakukan haji dan umrah itu haruslah semata-mata ikhlas untuk beribadah, tidak
dicampur baurkan atau disusupi tujuan lain yang bersifat keuntungan duniawi
semisal dagang.
perbedaan pendapat di kalangan mufasirin mengenai apa yang dimaksud dengan
”itmam al-hajj wal umrah” dalam firman Allah واتمواالحج
والعمرة لله .[7] sebagian
menyatakan, yakni tunaikan keduanya (haji dan umrah) itu dengan sesempurna
mungkin, sesuai dengan manasik dan syarat-syarat keduanya, semata-mata karena
Allah tanpa ada tambahan dan pengurangan sekecil apapun. Adapula yang
menafsirkan demikian ”sempurnakanlah haji dan umrah itudengan melaksanakan keduanya
masing-masing sendiri-sendiri, tidak digabung atau dipisah. Sementara sebagian
yang lain menafsirkan bahwa nafkah (biaya) yang digunakan untuk haji itu harus
bersumber dari rizki yang halal, dan adapula yang menyatakan bahwa dalam
melakukan haji dan umrah itu haruslah semata-mata ikhlas untuk beribadah, tidak
dicampur baurkan atau disusupi tujuan lain yang bersifat keuntungan duniawi
semisal dagang.
Lepas
dari perbedaan pendapat yang ada tentang hukum umrah, yang pasti semua kaum
muslimin memandang penting pelaksanaan umrah dan hampir atau bahkan semua umat
Islam berkeinginan untuk menunaikan umrah jika berkesempatan terutama dibulan
Ramadhan yang pahalanya oleh Nabi digambarkan sebagai mengimbangi pahala haji.
Rasulullah SAW pernah bersabda kepada seorang wanita dari kalangan ansor
dari perbedaan pendapat yang ada tentang hukum umrah, yang pasti semua kaum
muslimin memandang penting pelaksanaan umrah dan hampir atau bahkan semua umat
Islam berkeinginan untuk menunaikan umrah jika berkesempatan terutama dibulan
Ramadhan yang pahalanya oleh Nabi digambarkan sebagai mengimbangi pahala haji.
Rasulullah SAW pernah bersabda kepada seorang wanita dari kalangan ansor
عن
ابن عباس رضي الله عنهما ان النبي صلى الله عليه وسلم قال لامراة: اعتمري في رمضان
تعدل حجة (رواه الدارمي)
ابن عباس رضي الله عنهما ان النبي صلى الله عليه وسلم قال لامراة: اعتمري في رمضان
تعدل حجة (رواه الدارمي)
Dari ibn Abbas ra, bahwasanya Nabi SAW. Bersabda kepada seorang
wanita, katanya berumrahlah kamu dibulan Ramadhan itu (pahalanya) mengimbangi
(pahala) haji. (HR. al-Darimi)
wanita, katanya berumrahlah kamu dibulan Ramadhan itu (pahalanya) mengimbangi
(pahala) haji. (HR. al-Darimi)
Dalam pada itu para ahli fiqih
berbeda pendapat mengenai batasan-batasan al-muhshar (orang yang bertahan atau
terhalang) Hanifah. Menurut jumhur ulama, demikian kata al-Syaukani, seorangt
yang terkepung oleh musuh, boleh melakukan tahallul (keluar dari ihram) ketika
dia kerkepung, dan kemudian berkorban jika ia memiliki hewan (al-Hadyu), dan
setelah itu lalu ia bercukur, seperti hal’nya perbuatan Rasul Allah SAW.
berbeda pendapat mengenai batasan-batasan al-muhshar (orang yang bertahan atau
terhalang) Hanifah. Menurut jumhur ulama, demikian kata al-Syaukani, seorangt
yang terkepung oleh musuh, boleh melakukan tahallul (keluar dari ihram) ketika
dia kerkepung, dan kemudian berkorban jika ia memiliki hewan (al-Hadyu), dan
setelah itu lalu ia bercukur, seperti hal’nya perbuatan Rasul Allah SAW.
فمن لم
يجد فصيمامُ ثلاثةِ ايّامٍ فِي الحجِّ وسبعةٍ اذا رجعتم )) Barang siapa yang tidak mendapat al-Hadyu (
hewan kurban ) itu, baik karena hewannya sendiri memang tidak ada atau tidak
berkemampuan untuk membelinya, maka sebagai gantinya adalah berpuasa tiga hari
di hari-hari ihram ketika haji datang dari Nahar, dan selanjutnya tujuh hari
setelah kembali ke negara asal orang yang bersangkutan.
يجد فصيمامُ ثلاثةِ ايّامٍ فِي الحجِّ وسبعةٍ اذا رجعتم )) Barang siapa yang tidak mendapat al-Hadyu (
hewan kurban ) itu, baik karena hewannya sendiri memang tidak ada atau tidak
berkemampuan untuk membelinya, maka sebagai gantinya adalah berpuasa tiga hari
di hari-hari ihram ketika haji datang dari Nahar, dan selanjutnya tujuh hari
setelah kembali ke negara asal orang yang bersangkutan.
( واتّقوا الله واعلموا انّ الله شديدُ العقاب ) Bertaqwalah kamu semua kepada Allah, dengan
mengikuti segenap perintah dan menjauhi larangan-Nya, terutama dalam hal-hal
yang bertalian dengan ihwal ibadah haji dan umrah. Dan ketahuilah olehmu bahwa
jika kamu membantah perintah-Nya dan mengabaikan larangan-Nya, Allah akan
memberikan pembalasan karena Allah itu maha dahsyat siksanya.
mengikuti segenap perintah dan menjauhi larangan-Nya, terutama dalam hal-hal
yang bertalian dengan ihwal ibadah haji dan umrah. Dan ketahuilah olehmu bahwa
jika kamu membantah perintah-Nya dan mengabaikan larangan-Nya, Allah akan
memberikan pembalasan karena Allah itu maha dahsyat siksanya.
Firman
Allah الحجُّ
اشهرٌ معلوماتٌ ) ) maksudnya untuk menunaikan kewajiban haji
itu telah ada bulan-bulan tertentu yang dipermakluman kepada manusia yaitu
bulan Syawal, Dzul Qa’dah dan Dzul Hijjah. Pada kata “ Ma’lumat “ demikian
al-Maraghi, tersirat pengakuan yang memperkuat kebenaran anggapan bangsa Arab
selama ini yang memandang bulan-bulan tersebut sebagai bulan-bulan haji.
Kegunaan dari penentuan waktu haji pada bulan-bulan tersebut, mengindikasikan
bahwa pelaksanaan rangkaian ibadah haji yang dilakukan di luar bulan-bulan
tersebut tidak sah, missalnya mengerjakan haji di bulan Rajab, atau Sya’ban dan
lain-lain. Penentuan waktu ibadah semacam ini sesungguhnya tidak hanya terdapat
pada pelaksanaan ibadah haji, melainkan juga pada ibadah-ibadah lain seperti
puasa Ramadhan dan ibadah-ibadah lain khususnya shalat.
Allah الحجُّ
اشهرٌ معلوماتٌ ) ) maksudnya untuk menunaikan kewajiban haji
itu telah ada bulan-bulan tertentu yang dipermakluman kepada manusia yaitu
bulan Syawal, Dzul Qa’dah dan Dzul Hijjah. Pada kata “ Ma’lumat “ demikian
al-Maraghi, tersirat pengakuan yang memperkuat kebenaran anggapan bangsa Arab
selama ini yang memandang bulan-bulan tersebut sebagai bulan-bulan haji.
Kegunaan dari penentuan waktu haji pada bulan-bulan tersebut, mengindikasikan
bahwa pelaksanaan rangkaian ibadah haji yang dilakukan di luar bulan-bulan
tersebut tidak sah, missalnya mengerjakan haji di bulan Rajab, atau Sya’ban dan
lain-lain. Penentuan waktu ibadah semacam ini sesungguhnya tidak hanya terdapat
pada pelaksanaan ibadah haji, melainkan juga pada ibadah-ibadah lain seperti
puasa Ramadhan dan ibadah-ibadah lain khususnya shalat.
فمن فرض فيهنَّ الحجّ فلا رفث ولا فسوقَ ولا
جِدال فِي الحجِّ )) Yakni
siapa saja yang telahy menetapkan dirinya untuk melakukan haji di bulan-bulan
tersebut, dengan sengaja niat haji di dalam hati, mengenakan pakaian ihram
sebagai perbuatan lahir, serta mengucapkan dan atau mendengarkan talbiyah, maka
tidak lagi dibolehkan berbuat rafats, berlaku fusuq dan terlibat jidal. Seperti
di uraikan diatas, al-Rafats adalah ucapan, sikap dan perbuatan yang berbau
seksual yang puncaknya adalah jima’. Sepakat ulama bahwasannya melakukan
persetubuhan sebelum wuquf di Arafah mengakibatkan hajinya mufsid ( rusak/cacat
).
جِدال فِي الحجِّ )) Yakni
siapa saja yang telahy menetapkan dirinya untuk melakukan haji di bulan-bulan
tersebut, dengan sengaja niat haji di dalam hati, mengenakan pakaian ihram
sebagai perbuatan lahir, serta mengucapkan dan atau mendengarkan talbiyah, maka
tidak lagi dibolehkan berbuat rafats, berlaku fusuq dan terlibat jidal. Seperti
di uraikan diatas, al-Rafats adalah ucapan, sikap dan perbuatan yang berbau
seksual yang puncaknya adalah jima’. Sepakat ulama bahwasannya melakukan
persetubuhan sebelum wuquf di Arafah mengakibatkan hajinya mufsid ( rusak/cacat
).
Larangan lain yang harus diperhatikan oleh orang-orang yang tengah
berihram ialah melakukan fusuq dan jidal. Fusuq ialah mengerjakan perbuatan
maksiat dari jenis maksiat, termasuk melanggar larangan-larangan tertentu
sebagai haaji seperti berburu, memotong kuku, mencabut rambut dan lain
sebagainya. Sedangkan jidal, yang umum diartikan dengan berbantah-bantahan,
ialah setiap perbantahan atau percekcokan yang mengarah kepada permusuhan dan
tidak bersahabat dengan orang lain khususnya dengan sesama jama’ah haji, para
pelayan dan pihak-pihak terkait lainnya. Jika semua larangan di atas dapat
dipatuhi oleh orang yang melakukan haji, maka haji yang seperti itulah yang di
gambarkan Rasul sebagai melahirkan manusia-manusia suci bak baru lahir dari
ibunya.
berihram ialah melakukan fusuq dan jidal. Fusuq ialah mengerjakan perbuatan
maksiat dari jenis maksiat, termasuk melanggar larangan-larangan tertentu
sebagai haaji seperti berburu, memotong kuku, mencabut rambut dan lain
sebagainya. Sedangkan jidal, yang umum diartikan dengan berbantah-bantahan,
ialah setiap perbantahan atau percekcokan yang mengarah kepada permusuhan dan
tidak bersahabat dengan orang lain khususnya dengan sesama jama’ah haji, para
pelayan dan pihak-pihak terkait lainnya. Jika semua larangan di atas dapat
dipatuhi oleh orang yang melakukan haji, maka haji yang seperti itulah yang di
gambarkan Rasul sebagai melahirkan manusia-manusia suci bak baru lahir dari
ibunya.
وما
تفعلوا مِن خير يعلمهُ الله )) Setelah Allah melarang para hujjaj/hajij dari melakukan
rafats, fusuq dan jidal, baik dalam bentuk ucapan maupun sikap dan perbuatan,
dan sebaliknya, mendorong mereka berbuat yang baik-baik, pada bagian ayat
inilah Allah mengingatkan mereka bahwa Allah adalah Maha Mengetahui setiap
kebajikan sekecil apapun yang kalian perbuat, dan kelak Allah akan membalasnya
dengan pembalasan yang sangat adil.
تفعلوا مِن خير يعلمهُ الله )) Setelah Allah melarang para hujjaj/hajij dari melakukan
rafats, fusuq dan jidal, baik dalam bentuk ucapan maupun sikap dan perbuatan,
dan sebaliknya, mendorong mereka berbuat yang baik-baik, pada bagian ayat
inilah Allah mengingatkan mereka bahwa Allah adalah Maha Mengetahui setiap
kebajikan sekecil apapun yang kalian perbuat, dan kelak Allah akan membalasnya
dengan pembalasan yang sangat adil.
Firman Allah) وتزوَّدوا فاِنَّ خير الزّادِ التَّقوى) mengingatkan tentang pentingnya
persediaan bekal dalam melakukan ibadah haji, meskipun bekal yang terbaik
adalah taqwallah. Diriwayatkan bahwa sebagian orang jama’ah haji di zaman Nabi
dahulu, ada sekelompok orang disebut-sebut berkebangsaan Yaman yang pergi haji
tanpa membawa bekal yang memadai, seraya mereka berujar: “ kami ini kan mau
haji ke bait Allah, masa ya Dia tidak akan memberi makan kepada kita.” Lalu
Allah menyampaikan teguran melalui firman-Nya “ watazawwadu”. Maksudnya, kalian
harus tetap menyediakan bekal, sebab kalian tidak akan cukup dengan terus-menerus
mengharapkan belas kasihan orang lain. Sedangkan firman Allah “fa-inna khayr
al-zad al-taqwa”, memerintahkan kepada para haji agar menjadikan taqwallah
sebagai bekal kehidupan selanjutnya usai mengerjakan ibadah haji dan sekaligus
Allah menyatakan bahwa taqwallah bekal terbaik yang sesungguhnya.[8]
persediaan bekal dalam melakukan ibadah haji, meskipun bekal yang terbaik
adalah taqwallah. Diriwayatkan bahwa sebagian orang jama’ah haji di zaman Nabi
dahulu, ada sekelompok orang disebut-sebut berkebangsaan Yaman yang pergi haji
tanpa membawa bekal yang memadai, seraya mereka berujar: “ kami ini kan mau
haji ke bait Allah, masa ya Dia tidak akan memberi makan kepada kita.” Lalu
Allah menyampaikan teguran melalui firman-Nya “ watazawwadu”. Maksudnya, kalian
harus tetap menyediakan bekal, sebab kalian tidak akan cukup dengan terus-menerus
mengharapkan belas kasihan orang lain. Sedangkan firman Allah “fa-inna khayr
al-zad al-taqwa”, memerintahkan kepada para haji agar menjadikan taqwallah
sebagai bekal kehidupan selanjutnya usai mengerjakan ibadah haji dan sekaligus
Allah menyatakan bahwa taqwallah bekal terbaik yang sesungguhnya.[8]
Hikmah disyariatkan Haji dan Umrah
adalah untuk membersihkan jiwa orang muslim dari akses-akses dosa agar jiwa
layak menerima kemuliaan Allah SWT di dunia dan akirat, dan Rosulullah
bersabda:
adalah untuk membersihkan jiwa orang muslim dari akses-akses dosa agar jiwa
layak menerima kemuliaan Allah SWT di dunia dan akirat, dan Rosulullah
bersabda:
من حج هذاالبيت
فلم يرفث ولم يفسق خرج من ذ نوبه كيوم ولدته امه
فلم يرفث ولم يفسق خرج من ذ نوبه كيوم ولدته امه
Artinya: “Barang siapa haji
kerumah ini (Baitullah), kemudian tidak berkata kotor, dan tidak fasik, ia
keluar dari dosa-dosanya seperti hari dilahirkan ibunya.”(Muttafaq alaih)[9]
kerumah ini (Baitullah), kemudian tidak berkata kotor, dan tidak fasik, ia
keluar dari dosa-dosanya seperti hari dilahirkan ibunya.”(Muttafaq alaih)[9]
Kewajiban Haji
bagi orang yang sudah wajib melaksanakannya
bagi orang yang sudah wajib melaksanakannya
Imam Syafi’i berkata: Ayat yang
menerangkan tentang kewajiban haji bagi orang yang sudah sanggup
melaksanakannya adalah dalam firman Allah “ Mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitulla; Barang siapa melanggar atau mengingkari (kewajiban
haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
alam. “(Qs. Aali Imran (3) :97)[10]
menerangkan tentang kewajiban haji bagi orang yang sudah sanggup
melaksanakannya adalah dalam firman Allah “ Mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitulla; Barang siapa melanggar atau mengingkari (kewajiban
haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
alam. “(Qs. Aali Imran (3) :97)[10]
وعن
عائشة رضي الله عنها قالت: (قلت يارسول الله : على النساءجهاد؟ قال نعم، عليهن
جهادلاقتالافيه: الحج والعمرة) رواه احمد وابن ماجه، واللفظ له واسناده صحيح،
واصله فى الصحيح.[11]
عائشة رضي الله عنها قالت: (قلت يارسول الله : على النساءجهاد؟ قال نعم، عليهن
جهادلاقتالافيه: الحج والعمرة) رواه احمد وابن ماجه، واللفظ له واسناده صحيح،
واصله فى الصحيح.[11]
C.
Kesimpulan
Kesimpulan
Dari hasil makalah di atas dapat kami
simpulkan bahwa hukum haji dan umrah memiliki bahasan yang hampir sama
pengertiannya. Haji adalah kewajiban Allah SWT kepada hamba-Nya baik muslim
maupun muslimah yang mampu melaksanakannya, sedangkan umrah sama artinya dengan
haji, hanya berbeda waktu atau bulan berangkatnya saja. Dan juga disebutkan
beberapa syarat-syarat haji dan umrah, yaitu:
simpulkan bahwa hukum haji dan umrah memiliki bahasan yang hampir sama
pengertiannya. Haji adalah kewajiban Allah SWT kepada hamba-Nya baik muslim
maupun muslimah yang mampu melaksanakannya, sedangkan umrah sama artinya dengan
haji, hanya berbeda waktu atau bulan berangkatnya saja. Dan juga disebutkan
beberapa syarat-syarat haji dan umrah, yaitu:
1.
Muslim,
sama dengan tidak wajib bagi orang kafir.
Muslim,
sama dengan tidak wajib bagi orang kafir.
2.
Berakal
sehat atau tidak sakit selaama pelaksanaan haji.
Berakal
sehat atau tidak sakit selaama pelaksanaan haji.
3.
Baligh,
karena anak kecil tidak mendapat kewajiban untuk melakukan haji atau umrah.
Baligh,
karena anak kecil tidak mendapat kewajiban untuk melakukan haji atau umrah.
4.
Mampu,
artinya mampu memenuhi syarat haji ataau umrah.
Mampu,
artinya mampu memenuhi syarat haji ataau umrah.
DAFTAR
PUSTAKA
PUSTAKA
Suma, Muhammad Amin. Tafsir Ahkam
1. PT. Logos Wacana Ilmu. Jakarta. 1997.
1. PT. Logos Wacana Ilmu. Jakarta. 1997.
Hatta, ahmad. Tafsir Qur’an
Maghfiroh. Pustaka. Jakarta. 2009.
Maghfiroh. Pustaka. Jakarta. 2009.
Shihab, M. Quraish. Tafsir
Al-Mishbah. Lentera Hati. Jakarta.2002.
Al-Mishbah. Lentera Hati. Jakarta.2002.
Al-Jazairi, Abu
Bakar Jabir. Ensiklopedia Muslim. PT. Darul Falah. Bekasi. 2011.
Bakar Jabir. Ensiklopedia Muslim. PT. Darul Falah. Bekasi. 2011.
Syafi’i, Imam. Ringkasan
Kitab Al-UMM. Pustaka Azzam. Jakarta. 2004.
Kitab Al-UMM. Pustaka Azzam. Jakarta. 2004.
[1] Moh Amin Suma.
Tafsir Ahkam 1. PT. Logos Wacana Ilmu. Jakarta. 1997. Hal 99
Tafsir Ahkam 1. PT. Logos Wacana Ilmu. Jakarta. 1997. Hal 99
[2] Ibid. Hal.
101-104
101-104
[3] Ahmad Hatta. Tafsir
Qur’an Maghfiroh. Jakarta: Pustaka. 2009. Hal. 30-31
Qur’an Maghfiroh. Jakarta: Pustaka. 2009. Hal. 30-31
[4] M.Quraish
Shihab. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati. 2002. Hal. 428
Shihab. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati. 2002. Hal. 428
[5]
Ibid. Hal. 500
Ibid. Hal. 500
[8] Amin Suma. Op.Cit.
hal 107-119
hal 107-119
[9] Ibid
Hal.436
Hal.436
[10] Imam Syafi’i, Ringkasan
Kitab Al-UMM. Pustaka Azzam, Jakarta. 2004 Hal.553
Kitab Al-UMM. Pustaka Azzam, Jakarta. 2004 Hal.553