merupakan jajahan Hindia Belanda. Pada saat itu hukum yang berlaku terjadi
perbedaan antara satu daerah dengan daerah lain khususnya berkaitan dengan
hukum perdata. Hanya golongan beberapa saja yang tunduk pada hukum perdata
Belanda.
Indonesia dengan adanya proklamasi 17 Agustus 1945 hukuum yang tadinya berlaku
hanya untuk golongna tertentu, kemudian menjadi berlaku bagi wilayah Indonesia
dengan mengakui adanya hukum adat.
ketentuan-ketentuan yang timbul dari dalam pergaulan hidup manusia dan berlaku
bagi masyarakat. Di dalam hukum tersebut ada peraturan-peraturan hukum yang
berlaku di Indonesia. Peraturan-peraturan tersebut sebagian besar telah
dikodifikasi dan disebut hukum yang dikodifikasikan, misalnya hukum perdata,
hukum pidana yang sekarang berlaku di Indonesia. Hukum yang telah di
kodifikasikan tersebut selaras dengan hukum kodifikasi yang belaku di negara
Belanda. Hal ini mengandung arti bahwa hukum perdata yang berlaku di Indonesia
memang benar-benar dari Belanda.
merupakan adopsi dari hukum perdata yang merupakan hasil penjajahan pada masa
Belanda yaitu “ Burgerlijk Weatboek”
atau kitab undang-undang hukum perdata Indonesia.
perjalanan hukum perdata yang berlaku di Indonesia maka perlu mendapatkan
kajian untuk mengetahui bagaimana sejarah hukum perdata di Indonesia. Maka pada
makalah ini akan di jelaskan bagaimana sejarah hukum perdata di Indonesia dan
golongan-golongan penduduk di Indonesia serta hukum yang berlaku bagi mereka.
berlaku ?
pernah menjajah Indonesia, maka KUH Perdata yang ada di Belanda diusahakan
supaya dapat berlaku pula di wilayah Hindia Belanda dengan cara membentuk
B.W.Hindia Belanda yang susunan dan isinya serupa dengan B.W.Belanda. Untuk
kodifikasi KUH Perdata di Indonesia dibentuk suatu panitia yang diketahui oleh
Mr. C. J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi KUH Perdata yang dilaksanakan dalam
tahun 1848. Kodifikasi pada saat itu
mengadakan persesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan
keadaan di negeri Belanda. Di negeri Belanda aliran kodifikasi adalah aliran
kodifikasi di Eropa yang berlangsung secara umum pada akhir abad ke-18, bahkan
pada waktu itu sudah ada negara-negara yang telah selesai dengan kodifikasinya.
Demikian Perancis, sudah 10 tahun
bekerja, dalam tahun 1804 telah menyelesaikan kodifikasinya yaitu Code Civil des Francais. Kodifinasi yang
dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia
dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda.[1]
Indonesia, maka B.W. Belanda ini diusahakan supaya dapat diberlakukan pula di
Hindia Belanda pada waktu itu. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda.
Dengan kata lain B.W. Belanda diberlakukan juga di Hindia Belanda berdasarkan
asas persamaan B.W. Hindia Belanda ini disahkan oleh Raja pada tanggal 16 Mei
1846, yang diundangkan melalui Staatsblad 1847-23 dan dinyatakan berlaku pada
tanggal 1 Mei 1848.
berdasarkan aturan peralihan UUD45, maka B.W. Hindia Belanda tetap dinyatakan
berlaku sebelum digantikan oleh undang-undang baru berdasarkan Undang-Undang
Dasar ini. B.W. Hindia Belanda ini disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku di Indonesia. Hukum perdata barat
(Belanda), yang berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang dalam
bahasa aslinya disebut Burgerlijk Wetboek (B.W). Burgerlijk Wetboek ini berlaku
di Hindia Belanda dulu. Sebagian materi B.W ini sudah dicabut berlakunya dan
digantikan dengan undang-undang R.I misalnya mengenai perkawinan dan hak-hak
kebendaan (buku I dan II).
Indonesia itu meliputi juga perundang-undangan hukum perdata buatan pembentuk
undang-undang Republik Indonesia, misalnya Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun
1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, Keputusan Presiden N0.12
Tahun 1983 tentang Penataan dan Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Catatan
Sipil. Dengan demikian jelaslah rumusan hukum perdata Indonesia.[2]
diperuntuhkan bagi penduduk golongan Eropa yang dipersamakan berdasarkan pasal
131 I.S jo 160 I.S. Setelah Indonesia merdeka, keberlakuan WNI keturuanan Eropa
dan yang dipersamakan ini terus berlangsung. Keberlakuan demikian adalah formal
berdasarkan aturan peralihan UUD 1945. Bagi Negara Indonesia, berlakunya hukum perdata
semacam ini jelas berbau kolonial yang membedakan WNI berdasarkan keturunan.
Disamping itu materi yang diatur dalam B.W. sebagai ada yang tidak sesuai lagi
dengan pancasila dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia serta tidak
sesuai dengan aspirasi negara dan bangsa merdeka. Berdasarkan pertimbangan
situasi, kondisi sebagai negara dan bangsa yang merdeka, maka dalm rangka
penyesuaian hukum kolonial menuju hukum Indonesia merdeka, pada tahun 1962 (Dr.
Sahardjo, SH- Menteri Kehakiman RI pada saat itu) mengeluarkan gagasan yang
menganggap B.W (KUHPer) Indonesia sebagai himpunan hukum tak tertulis. Maka
B.W. selanjutnya dipedomani oleh semua Warga Negara Indonesia. Ketentuan yang
sesuai boleh diikuti dan yang tidak sesuai
dapat ditinggalkan.[3]
Indonesia dan hukum yang berlaku
berdasarkan:
berlaku, yaitu Undang-Undang No.62 Tahun 1958, dan
Staatsregeling (I.S.) Tahun 1927.
artinya diterima untuk dilaksanakan. Berlakunya hukum perdata artinya
diterimanya hukum perdata untuk dilaksanakan. Adapun dasar berlakunya hukum
perdata adalah ketentuan undang-undang, perjanjian yang dibuat oleh
pihak-pihak, dan keputusan Hakim. Realisasi keberlakuan itu adalah pelaksanaan
kewajiban hukum, yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang
ditetapkan oleh Hukum dan kewajiban tersebut selalu diimbangi dengan hak.[4]
Sedangkan hubungan hukum antar golongan dan hukum yang berlaku untuk golongan
tersebut ialah sebagai berikut:
Eropa, berlaku KUH Perdata dan KUH Dagang yang diselaraskan dengan KUH Perdata
dan KUH Dagang yang berlaku di negeri Belanda (KUH Perdata dan KUH Dagang di
Indonesia).
berlaku KUH Perdata dan KUH Dagang di Indonesia.
Timur Tengah Asing berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Timur Asing, yang
berlaku di negara-negaranya masing-masing.
Adat (Hukum Adat).
berlaku Hukum Perdata dari negara dimana ia termasuk (tunduk).
di Indonesia
dibicarakan berlaku jika tiap-tiap orang dari golongan tersebut mengadakan
hubungan dengan orang-orang dalam golongan sendiri, misalnya:
penduduk:
golongan penduduk mengadakan hubungan hukum maka berlaku Hukum Perdata
Indonesia.
golongan penduduk mengadakan hubungan hukum, maka berlakulah Hukum Perdata yang
berlaku di negara asalnya.
golongan penduduk yang berlainan:
masing-masing berasal dari golongan penduduk yang berlainan, mengadakan hubungan
hukum maka berlaku pearturan Hukum Antar Golongan (Hukum Intergentil).
masing-masing berlainan golongan penduduknya atau masing-masing berlinan
golongan penduduknya atau masing-masing berlain kewarganegaraannya mengadakan
hubungan hukum, maka berlakulah peraturan Hukum Perdata Internasional.[5]
Akibat
berlakunya hukum perdata
perdata ialah adanya pelaksanaan, pemenuhan, realisasi kewajiban hukum perdata.
Ada tiga kemungkinan hasilnya yaitu :
dan hak bertimbal balik secara penuh.
memenuhi kewajiban.
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad).
kedua pihak tidak memenuhi kewajiban hukum yang telah ditetapkan dalam
perjanjian, tidak akan menimbulkan masalah. Sebab kewajiban hukum pada
hakekatnya baru dalam taraf diterima untuk dilaksanakan. Jadi belum
dilaksanankan oleh kedua pihak. Tetapi apabila salah satu pihak telah
melaksanakan kewajiban hukumnya, sedangkan pihak lainnya belum/tidak
melaksanakan kewajiban hukum, barulah ada masalah yaitu “wanprestasi” yang
mengakibatkan tidak tercapai tujuan. Dalam hal ini muncul sanksi hukum memaksa
pihak yang wanprestasi itu memenuhi kewajibannya.[6]
disimpulkan bahwa hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku di
Indonesia. Hukum perdata barat (Belanda), yang berinduk pada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yang dalam bahasa aslinya disebut Burgerlijk Wetboek
(B.W).
Indonesia itu meliputi juga perundang-undangan hukum perdata buatan pembentuk
undang-undang Republik Indonesia, misalnya Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun
1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, Keputusan Presiden N0.12
Tahun 1983 tentang Penataan dan Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Catatan
Sipil.
buat, besar harapan semoga bisa bermanfaat bagi kita semua, tentu dalam
penulisan makalah ini ada kekurangan untuk itu saya pribadi mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Ilmu Hukum, Balai Pustaka, Jakarta, 2002
Kudus, 2010, hal. 29
HUKUM PERDATA INDONESIA, PT.Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal.6
Ibid,
hal.33
Muhammad,S.H, HUKUM PERDATA INDONESIA,
PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal.17
Jakarta, 2002, hal. 59-63
Muhammad,S.H, HUKUM PERDATA INDONESIA,
PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal.22