TEORI TENTANG HAK (NADHARIYAH HAQ)

Diposting pada
JUDUL : TEORI TENTANG HAK (NADHARIYAH HAQ)
MAKUL : FIQIH MU’AMALAH
A.    
Latar Belakang
Masalah
Sebelum manusia memulai penghidupannya secara bermasyarakat dan
belum tumbuh hubungan antara seorang dengan orang lain, maka belum ada pula apa
yang kita namakan hak. Setiap manusia hidup bermasyarakat,  bertolong menolong dalam menghadapi berbagai
macam kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, seseorang perlu
mencari apa yang dibutuhkannya, dari alam atau dari milik orang lain. Dari sini
timbullah pertentangan-pertentangan kehendak. Maka untuk memelihara kepentingan
masing-masing perlu ada norma yang mengatur sehingga tidak melanggar hak orang
lain, dan tidak pula memperkosa kemerdekaan orang lain.
Nadhariyatulhak atau fikriyatul hak, adalah tata aturan yang
mengatur penghidupan manusia. Segenap syariat masa yang telah lalu kemudian
telah di akhiri oleh syariat islam mengadakan aturan-aturan untuk menentukan
hak tersebut. Fiqh islam telah menentapkan beberapa tata aturan, beberapa
hukum, baik yang merupakan dasar maupun yang merupakan cabang dengan cara yang
sangat sempurna yang belum pernah dikenal oleh tasyri’-tasyri’ yang lain.
Demikian perkembangan sejarah pertumbuhan nadhariyatul hak.





B.    
Rumusan Masalah
Dari latar
belakang di atas, maka diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.     
Apa pengertian
Hak (Nadhariyah Haq)?
2.     
Bagaimana
pembagian Hak?
3.     
Bagaimana
sumber-sumber Hak?
4.      Bagaimana Akibat hukum suatu Hak?

C.    
Pembahasan
1.     
Pengertian Hak
(Nadhariyah Haq)
Kata
hak berasal dari bahasa Arab “haqq” yang memiliki beberapa makna “ketetapan
atau kewajiban.
Secara
istilah hak adalah menetapkan, keadilan, kebenaran, kewajiban, bagian dan
kepastian. Hal ini dijelaskan dalam Q.S Al-anfal:8
¨,ÅsãŠÏ9
¨,ysø9$#
Ÿ@ÏÜö7ãƒur
Ÿ@ÏÜ»t7ø9$#
öqs9ur
on̍x.
šcqãB̍ôfßJø9$#
ÇÑÈ  
Artinya : agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan
membatalkan yang bhatil (syirik)”
.[1]
Menurut
pengertian umum, hak ialah:
اختصا ص يقرربه
الشرع سلطة أوتكليفا
Artinya :Suatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapkan kekuasaan
atau suatu beban Hukum”
Pengertian
hak sama dengan arti Hukum dalam istilah ushul,
yaitu
مجموعة القواعد والنصوص الشرعيةالتى تنتظم على سبيل الإلزام علا ئق
الناس من حيث الأ شخاص والأمول
Artinya : “ Sekumpulan
kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus di taati untuk mengatur hubungan
manusia dengan manusia, baik mengenai orang maupun mengenai harta”
Ada juga hak
yang didefinisikan sebagai berikut:
السلطةعلى الشئ
او ما يجب على شخص لغير
Artinya : “Kekuasaan
mengenai sesuatu atau sesuatu yang wajib dari seseorang pada yang lainnya
[2]
Hak
yang dijelaskan di atas ada kalanya merupakan sulthah, adakalanya
merupakan taklif.
Ø  Sulthah
Sulthah terbagi menjadi dua, yaitu sulthah ‘ala al nafsi dan
sulthah ‘ala syai’in mu’ayanin.
a.      
Sulthah ‘ala
al-Nafsi
ialah hak seseorang terhadap jiwa, seprti hak hadlanah
(pemeliharaan anak).
b.     
Sulthah ‘ala
syai’in mu’ayanin
ialah hak manusia untuk memiliki sesuatu, seperti seseorang berhak
memiliki sebuah mobil.
Ø  Taklif
Taklif adalah orang yang bertanggung jawab, taklif ada kalanya tanggungan
pribadi (‘ahdaf syakhshiyah) seperti seorang buruh menjalankan tugasnya,
adakalanya tanggungan harta (‘ahdah maliyah) seperti membayar hutang.
Para
fuqoha berpendapat bahwa hak merupakan imbangan dari benda sedang ulama’  hanafiyah 
berpendapat bahwa hak adalah bukan harta(ina al-haqqa laisa hi al-mal)[3]
2.     
Pembagian Hak
Dalam pengertian
umum, hak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mal dan ghair mal.
a.     
Hak mal
Hak  mal ialah
مايتعلق بالمال
كملكية الأعيان والديون
Artinya : “ Sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan
benda-benda atau utang-utang.”
b.     
Hak ghair mal
Hak ghair mal terbagi menjadi dua bagian,
yaitu hak syakhshi dan hak ‘aini.
Ø  Hak syakhshi
مطلب يقر الشرع لشخص على أخر
Artinya : “Suatu tuntutan yang ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap
orang lain.”
Ø  Hak ‘aini
Hak ‘aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan
orang kedua. Hak ‘aini ada dua macam, yaitu: ashli dan thab’i.
ü  Hak ‘aini ashli ialah adanya wujud benda tertentu dan adanya shahub
al-haq seperti hak milkiyah dan hak irtifaq.
Hak ‘aini ashli ini membolehkan shahibul hak menggunakan hak atau
memakainya
ü  Haq al Hak ‘aini thab’i ialah jaminan yang ditetapkan untuk
seseorang yang mengutangkan uangnya atas orang yang berutang. Apabila yang
berutang tidak sanggup membayar, maka murtahin berhak menahan barangnya.
Hak thab’i ini tidak memungkinkan shahibul haq bertindak sesuka
hatinya karena kekuasaannya terbatas. Dia berhak menjual barang jaminan,
apabila yang diberi pinjaman tidak sanggup membayar hutang.[4]
Macam-macam hak ‘aini ialah sebagai berikut:
a.     
Haq al-milkiyyah
Menurut
pandangan ahli fiqih, Haq al-milkiyyah ialah  haq yang memberikan kepada pemiliknya, hak
wilayah.
 Dia boleh memiliki, boleh menggunakan,
mengambil manfaat, menghabiskannya, merusakkannya dan membinasakannya, dengan
syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain atau tidak menimbulkan
kemudaratan bagi orang lain.
b.     
Haq al intifa’
Ialah
hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya.
Misalnya: rumah
yang diwakafkan untuk didiami, si mauquf ‘alaih hanya boleh mendiami, ia tidak
boleh mencari keuntungan dari rumah itu.
c.      
Haq al irtifaq
Ialah
hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas  kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh
pemilik kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama.
contohnya:
saudara Ibrahim memiliki sawah di sebelahnya sawah saudara ahmad. Air dari
selokan dialirkan ke sawah saudara Ibrahim. Sawah Tuan Ahmad pun membutuhkan
air. Air dari saudara Ibrahim dialirkan ke sawah Tuan Ahmad dan air tersebut
bukan milik saudara Ibrahim.
d.     
Haq al-istihsan
Ialah
hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn menimbulkan hak ‘aini bagi
murtahin, hak itu hanya berkaitan pada dengan harta barang yang digadaikan
tidak berkaitan dengan zakat benda, karena rahn ini hanyalah jaminan belaka.
            Apabila marhun itu dijual atau
disewakan niscaya si pembeli tidak dapat menerimanya sebelum terlepas daripada
gadai. Apabila si murtahin membenarkan penjualan itu, maka harganya menjadi
marhun. Tetapi apabila dibenarkan benda itu di sewakan, maka gugurlah hak
istihsan.
e.      
Haq al-ihtibas
Ialah
hak menahan sesuatu benda. Hak menahan barang atau benda seperti hak multaqith
(yang menemukan barang) menahan benda luqathah.
f.      
Haq qarar(Menetap) atas
tanah wakaf yang disewa, yang termasuk hak menetap atas tanah wakaf ialah:
Ø  Hak al-hakr ialah hak menetap di atas tanah wakaf yang disewa,
untuk yang lama dengan seizin hakim.
Ø  Hak al-ijaratain ialah hak yang diperoleh karena ada akad ijarah
dalam waktu yang lama, dengan seizin hakim, atas tanah wakafyang tidak sanggup
dikembalikan kedalam keadaan semula misalnya karena kebakaran dengan hargayang
menyamaiharga tanah, sedangkan sewanya dibayar setiap tahun.
Ø  Hak al-qodar ialah hak menambah bangunan yang dilakukan oleh
penyewa.
Ø  Hak al-marshad ialah hak mengawasi atau mengontrol.
g.      
Hak al-murur ialah
حق مرورالأ نسان الإنسان إلى ملكه من طريق عام ام طريق خاص فى ملك
غيره
            “Hak..manusia untuk menempatkan
bangunannya di atas bangunan orang lain”
h.      Hak ta’alli ialah
ان يكون للإ نسان حق فى ان يعلو بناءه غيره
“Hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas
bangunan orang lain”
i.       
Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul yang disebabkan oleh berdempetnya batas-batas
tempat tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik uqar dari menimbulkan
kesulitan terhadap tetangganya.
j.       
Haq sysfah atau hak syurb ialah
حاجةالإنسان إلى الماء لشربه ولشرب دوابه
وانتفاعه المنزلي
“Kebutuhan
manusia terhadap air untuk diminum sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk
kebutuhan rumah tangganya”
Ditinjau dari hak syirb , air dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
·        
Air umum yang
tidak dimiliki oleh seseorang, misalnya air sungai, rawa-rawa, telaga, dan yang
lainnya. Air milik bersama (umum) boleh digunakan oleh siapa saja dengan syarat
tidak  memadharatkan orang lain.
·        
Air
ditempat-tempat yang ada pemiliknya, seperti sumur yang dibuat oleh seseorang
untuk mengairi tanaman di kebunnya, selain pemilik tanah tersebut tidsk berhat
untuk menguasai tempat air yang dibuat oleh pemiliknya. Orang lain boleh
mengambil manfaat dari sumur tersebut atas seizin pemilik kebun.
·        
Air yang
terpelihara, yaitu air yang dikuasai oleh pemilknya, dipelihara dan disimpan di
suatu tempat yang telah disediakan, misalnya air di kolam , kendi, dan
bejana-bejana tertentu.[5]
3.     
Sumber-sumber
Hak
sumber-sumber
hak adalah sebagai berikut:
·        
Aqad, yaitu kehendak
kedua belah pihak (iradah al’aqidaini) untuk melakukan suatu kesepakatan
(perikatan), seperti akad jual beli, sewa menyewa dan lainnya.
·        
Iradah
al-munfaridah
(kehendak sepihak) yaitu ketika seseorang mengucapkan sebuah janji
atau nadzar.
·        
Al fi’lun nafi’(perbuatan yang
bermanfaat), misalnya ketika seseorang
Melihat orang lain dalam kondisi
yang sangat membutuhkan bantuan atau pertolongan, maka wajib berbuat sesuatu
sebatas kemampuannya.
·        
Al fi’lu al-dlar (perbuatan yang merugikan),
seperti ketika seseorang merusak, melanggar hak atau kepentingan orang lai,
maka ia terbebani kewajiban.[6]
4.     
Akibat Hukum suatu
Hak
Pada
prinsipnya, Islam memberikan jaminan perlindungan hak bagi setiap orang. Setiap
pemilik hak boleh menuntut pemenuhan haknya. Apabila terjadi ppelanggaran atau
perusakan hak, maka pemilik hak dapat menuntut ganti rugi atau kompensasi yang
sepadan dengan haknya.
Dalam
konteks ibadah (yang merupakan hak Allh), hak ini dilindungi dengan nilai-nilai
agama, seperti janji Allah akan nikmat surga bagi yang menjalankan ibadahnya,
atau juga berupa ancaman neraka bagi yang meninggalkannya.
Adapun
hak anak Adam juga dilindungi dengan norma agama, seperti kewajiban setiap
insan untuk menghormati hak orang lain atas harta, harga didi, atau darahnya.
Apabila terjadi perselisihan dalam pemenuhan hak, maka pihak pemerintah atau
hakim wajib memaksa pihak tertentu agar memenuhi hak orang lain.
Pada
prinsipnya, Islam memberikan kebebasan bagi setiap pemilik untuk menggunakan
haknya sesuai dengan kehendaknya, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat
Islam. Atas dasar prinsip ini, pemilik hak dilarang mempergunakan haknya untuk
bermaksiat, seperti menghambur-hamburkan uang untuk berjudi atau mabuk-mabukan.
Dalam pandangan Islam, perbuatan tersebut hukumnya haram, dan pelakunya
dipandang berdosa.
a.      
Menyangkut
pelaksanaan dan penuntunan hak
Para pemilik
hak harus melaksanakan haknya itu dengan cara yang sesuai dengan syari’ah.
Menurut ulama fiqih yang terpenting adalah sifat keadilan dalam mengembalikan hak
sehingga masing-masing pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Atas dasar
keadilan ini, syariat Islam menganjurkan agar pemilik hak berlapang hati dalam
menerima atau menuntut haknya itu. Terlebih ketika hak tersebut diambil oleh
orang yang sedang mengalami kesulitan.
Hal ini sesuai dengan Q.S Al-Baqarah:280
bÎ)ur
šc%x.
rèŒ
;ouŽô£ãã
îotÏàoYsù
4’n<Î)
;ouŽy£÷tB
4
br&ur
(#qè%£‰|Ás?
׎öyz
óOà6©9
(
bÎ)
óOçFZä.
šcqßJn=÷ès?
ÇËÑÉÈ  
Artinya : jika (orang-orang yang berutang itu) dalam
kesukaran maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan dan menyedehkahkan
(sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”
b.     
Menyangkut
pemeliharaan hak
Ulama fiqh
menyatakan bahwa syariat Islam telah menetapkan agar setiap orang berhak untuk
memulihkan atau menjaga haknya dari segala bentuk kesewenangan orang lain.
c.      
Menyangkut
penggunaan hak
Dalam ajaran
Islam setiap orang tidak diperbolehkan sewenang-wenang dalam menggunakan haknya
yang dapat menimbulkan kemudharatan bagi orang lain. Oleh sebab itu, penggunaan
hak dalam Islam tidak bersifat mutlak, melainkan ada pembatasannya, ulama fiqh
berpendapat bahwa hak itu harus digunakan untuk hal-hal yang disyariaatkan oleh
Islam. Atas dasar ini seseorang tidak diperbolehkan menggunakan haknya, bila penggunaan
haknya itu dapat merugikan orang lain, baik perorangan, masyarakat, baik di
sengaja atau tidak disengaja.
Misalnya : pemilik hak tidak diperbolehkan menggunakan hak nya
secara berlebih-lebihan. Sebab, dalam fiqh perbuatan itu termasuk
sewenang-wenang dalam penggunaan hak, yang tidak dibenarkan syariat.
Sejalan dengan
itu penggunaan hak pribadi tidak hanya terbatas, untuk kepentingan pemilik hak,
melainkan penggunaan hak pribadi harus dapat mendukung hak masyarakat. Ini
terjadi karena kekayaan seseorang tidak terlepas dari bantuan orang lain.
Bahkan dalam hal-hal tertentu hak pribadi diperbolehkan untuk diambil atau
dikurangi untuk membantu hak masyarakat.[7]
D.    
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Hak adalah kaidah dan nash yang mengatur dasar-dasar yang harus
ditaati dalam hubungan manusia sesama manusia, baik mengenai orang, maupun
mengenai harta.
2.     
Hak dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu mal dan ghair mal.
Hak ghairu mal
dibagi menjadi dua yaitu syakhshi dan ’aini.
Ø  Macam-macam hak ‘aini:
a.      
Haq al-milkiyah
b.     
Haq al-intifa’
c.      
Haq al-irtifaq
d.     
Haq al-istihan
e.      
Haq al-ihtibas
f.      
Haq qarar
g.      
Haq al-murur
h.     
Haq ta’alli
i.       
Haq al-jiwar
j.       
Haq syafah
3.     
Sumber-sumber Hak
Sedangkan sumber-sumber
hak adalah sebagai berikut:
·        
Aqad, yaitu kehendak
kedua belah pihak (iradah al’aqidaini) untuk melakukan suatu kesepakatan
(perikatan), seperti akad jual beli, sewa menyewa dan lainnya.
·        
Iradah
al-munfaridah (kehendak sepihak) yaitu ketika seseorang mengucapkan sebuah
janji atau nadzar.
·        
Al fi’lun nafi’(perbuatan
yang bermanfaat), misalnya ketika seseorang
Melihat orang lain dalam kondisi
yang sangat membutuhkan bantuan atau pertolongan, maka wajib berbuat sesuatu
sebatas kemampuannya.
·        
Al fi’lu al-dlar (perbuatan yang
merugikan), seperti ketika seseorang merusak, melanggar hak atau kepentingan
orang lai, maka ia terbebani kewajiban.
4.     
Akibat hukum suatu Hak
Islam
memberikan kebebasan bagi setiap pemilik untuk menggunakan haknya sesuai dengan
kehendaknya, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Atas dasar
prinsip ini, pemilik hak dilarang mempergunakan haknya untuk bermaksiat,
seperti menghambur-hamburkan uang untuk berjudi atau mabuk-mabukan. Dalam
pandangan Islam, perbuatan tersebut hukumnya haram, dan pelakunya dipandang
berdosa.
Kebebasan
menggunakan hak, selain dibatasi dengan tidak bertentangan dengan syariat Islam
juga dibatasi dengan tidak melanggar hak atau merugikaqn kepentingan orang
lain. Prinsip perlindungan hak dalam Islam berlaku untuk semua orang. Sehingga
perlindungan kebebasan dalam menggunakan hak pribadi harus seimbang dengan
perlindungan hak orang lain, terutama perlindungan hak masyarakat umum.
Akibat
hukum suatu hak ada 3
a.      
Menyangkut
pelaksanaan dan penuntunan hak
b.     
Menyangkut
pemeliharaan hak
c.      
Menyangkut
penggunaan hak
DAFTAR PUSTAKA
http://fiqhmuamalah924.blogspot.com/2011/02/teori-hak,html
Muhammad Hasbi Ash-Shddieqy,Teungku, Pengantar Fiqh
Muamalah
, Semarang: Rizki Putra, 2010.
Solikul, Hadi Fiqh Muamalah, kudus: Nora, 2011.
Suhendi, hendi, Fiqh
Muamalah
, jakarta: Raja Grafindo, 2005.
Zuhaili, 1989,
IV


[1] Zuhaili, 1989
IV, hlm.9
[2] Solikul Hadi,
Fiqh Muamalah, kudus: Nora, 2011. Hlm. 10-11
[3] Teungku
Muhammad Hasbi Ash-Shddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: Rizki Putra,
2010. Hlm. 107-108
[4] Hendi Suhendi,
Fiqh Muamalah, jakarta: Raja Grafindo, 2005, hlm. 34-35
[5] Ibid. Hlm.
35-37
[6] 
http://fiqhmuamalah924.blogspot.com/2011/02/teori-hak,html
[7]
http://fiqhmuamalah924.blogspot.com/2011/02/teori-hak,html
Rate this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *