Latar Belakang
Masalah
belum tumbuh hubungan antara seorang dengan orang lain, maka belum ada pula apa
yang kita namakan hak. Setiap manusia hidup bermasyarakat, bertolong menolong dalam menghadapi berbagai
macam kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, seseorang perlu
mencari apa yang dibutuhkannya, dari alam atau dari milik orang lain. Dari sini
timbullah pertentangan-pertentangan kehendak. Maka untuk memelihara kepentingan
masing-masing perlu ada norma yang mengatur sehingga tidak melanggar hak orang
lain, dan tidak pula memperkosa kemerdekaan orang lain.
mengatur penghidupan manusia. Segenap syariat masa yang telah lalu kemudian
telah di akhiri oleh syariat islam mengadakan aturan-aturan untuk menentukan
hak tersebut. Fiqh islam telah menentapkan beberapa tata aturan, beberapa
hukum, baik yang merupakan dasar maupun yang merupakan cabang dengan cara yang
sangat sempurna yang belum pernah dikenal oleh tasyri’-tasyri’ yang lain.
Demikian perkembangan sejarah pertumbuhan nadhariyatul hak.
Rumusan Masalah
belakang di atas, maka diambil rumusan masalah sebagai berikut:
Apa pengertian
Hak (Nadhariyah Haq)?
Bagaimana
pembagian Hak?
Bagaimana
sumber-sumber Hak?
Pembahasan
Pengertian Hak
(Nadhariyah Haq)
hak berasal dari bahasa Arab “haqq” yang memiliki beberapa makna “ketetapan
atau kewajiban.
istilah hak adalah menetapkan, keadilan, kebenaran, kewajiban, bagian dan
kepastian. Hal ini dijelaskan dalam Q.S Al-anfal:8
¨,ysø9$#
@ÏÜö7ãur
@ÏÜ»t7ø9$#
öqs9ur
onÌx.
cqãBÌôfßJø9$#
ÇÑÈ
membatalkan yang bhatil (syirik)”.[1]
pengertian umum, hak ialah:
الشرع سلطة أوتكليفا
atau suatu beban Hukum”
hak sama dengan arti Hukum dalam istilah ushul, yaitu
الناس من حيث الأ شخاص والأمول
kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus di taati untuk mengatur hubungan
manusia dengan manusia, baik mengenai orang maupun mengenai harta”
yang didefinisikan sebagai berikut:
او ما يجب على شخص لغير
mengenai sesuatu atau sesuatu yang wajib dari seseorang pada yang lainnya”[2]
yang dijelaskan di atas ada kalanya merupakan sulthah, adakalanya
merupakan taklif.
sulthah ‘ala syai’in mu’ayanin.
Sulthah ‘ala
al-Nafsi ialah hak seseorang terhadap jiwa, seprti hak hadlanah
(pemeliharaan anak).
Sulthah ‘ala
syai’in mu’ayanin ialah hak manusia untuk memiliki sesuatu, seperti seseorang berhak
memiliki sebuah mobil.
pribadi (‘ahdaf syakhshiyah) seperti seorang buruh menjalankan tugasnya,
adakalanya tanggungan harta (‘ahdah maliyah) seperti membayar hutang.
fuqoha berpendapat bahwa hak merupakan imbangan dari benda sedang ulama’ hanafiyah
berpendapat bahwa hak adalah bukan harta(ina al-haqqa laisa hi al-mal)[3]
Pembagian Hak
umum, hak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mal dan ghair mal.
Hak mal
كملكية الأعيان والديون
benda-benda atau utang-utang.”
Hak ghair mal
yaitu hak syakhshi dan hak ‘aini.
orang lain.”
orang kedua. Hak ‘aini ada dua macam, yaitu: ashli dan thab’i.
al-haq seperti hak milkiyah dan hak irtifaq.
memakainya
seseorang yang mengutangkan uangnya atas orang yang berutang. Apabila yang
berutang tidak sanggup membayar, maka murtahin berhak menahan barangnya.
hatinya karena kekuasaannya terbatas. Dia berhak menjual barang jaminan,
apabila yang diberi pinjaman tidak sanggup membayar hutang.[4]
Haq al-milkiyyah
pandangan ahli fiqih, Haq al-milkiyyah ialah haq yang memberikan kepada pemiliknya, hak
wilayah.
mengambil manfaat, menghabiskannya, merusakkannya dan membinasakannya, dengan
syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain atau tidak menimbulkan
kemudaratan bagi orang lain.
Haq al intifa’
hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya.
yang diwakafkan untuk didiami, si mauquf ‘alaih hanya boleh mendiami, ia tidak
boleh mencari keuntungan dari rumah itu.
Haq al irtifaq
hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh
pemilik kebun yang lain, yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama.
saudara Ibrahim memiliki sawah di sebelahnya sawah saudara ahmad. Air dari
selokan dialirkan ke sawah saudara Ibrahim. Sawah Tuan Ahmad pun membutuhkan
air. Air dari saudara Ibrahim dialirkan ke sawah Tuan Ahmad dan air tersebut
bukan milik saudara Ibrahim.
Haq al-istihsan
hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn menimbulkan hak ‘aini bagi
murtahin, hak itu hanya berkaitan pada dengan harta barang yang digadaikan
tidak berkaitan dengan zakat benda, karena rahn ini hanyalah jaminan belaka.
disewakan niscaya si pembeli tidak dapat menerimanya sebelum terlepas daripada
gadai. Apabila si murtahin membenarkan penjualan itu, maka harganya menjadi
marhun. Tetapi apabila dibenarkan benda itu di sewakan, maka gugurlah hak
istihsan.
Haq al-ihtibas
hak menahan sesuatu benda. Hak menahan barang atau benda seperti hak multaqith
(yang menemukan barang) menahan benda luqathah.
Haq qarar(Menetap) atas
tanah wakaf yang disewa, yang termasuk hak menetap atas tanah wakaf ialah:
untuk yang lama dengan seizin hakim.
dalam waktu yang lama, dengan seizin hakim, atas tanah wakafyang tidak sanggup
dikembalikan kedalam keadaan semula misalnya karena kebakaran dengan hargayang
menyamaiharga tanah, sedangkan sewanya dibayar setiap tahun.
penyewa.
Hak al-murur ialah
غيره
bangunannya di atas bangunan orang lain”
bangunan orang lain”
Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul yang disebabkan oleh berdempetnya batas-batas
tempat tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik uqar dari menimbulkan
kesulitan terhadap tetangganya.
Haq sysfah atau hak syurb ialah
وانتفاعه المنزلي
manusia terhadap air untuk diminum sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk
kebutuhan rumah tangganya”
Air umum yang
tidak dimiliki oleh seseorang, misalnya air sungai, rawa-rawa, telaga, dan yang
lainnya. Air milik bersama (umum) boleh digunakan oleh siapa saja dengan syarat
tidak memadharatkan orang lain.
Air
ditempat-tempat yang ada pemiliknya, seperti sumur yang dibuat oleh seseorang
untuk mengairi tanaman di kebunnya, selain pemilik tanah tersebut tidsk berhat
untuk menguasai tempat air yang dibuat oleh pemiliknya. Orang lain boleh
mengambil manfaat dari sumur tersebut atas seizin pemilik kebun.
Air yang
terpelihara, yaitu air yang dikuasai oleh pemilknya, dipelihara dan disimpan di
suatu tempat yang telah disediakan, misalnya air di kolam , kendi, dan
bejana-bejana tertentu.[5]
Sumber-sumber
Hak
hak adalah sebagai berikut:
Aqad, yaitu kehendak
kedua belah pihak (iradah al’aqidaini) untuk melakukan suatu kesepakatan
(perikatan), seperti akad jual beli, sewa menyewa dan lainnya.
Iradah
al-munfaridah (kehendak sepihak) yaitu ketika seseorang mengucapkan sebuah janji
atau nadzar.
Al fi’lun nafi’(perbuatan yang
bermanfaat), misalnya ketika seseorang
yang sangat membutuhkan bantuan atau pertolongan, maka wajib berbuat sesuatu
sebatas kemampuannya.
Al fi’lu al-dlar (perbuatan yang merugikan),
seperti ketika seseorang merusak, melanggar hak atau kepentingan orang lai,
maka ia terbebani kewajiban.[6]
Akibat Hukum suatu
Hak
prinsipnya, Islam memberikan jaminan perlindungan hak bagi setiap orang. Setiap
pemilik hak boleh menuntut pemenuhan haknya. Apabila terjadi ppelanggaran atau
perusakan hak, maka pemilik hak dapat menuntut ganti rugi atau kompensasi yang
sepadan dengan haknya.
konteks ibadah (yang merupakan hak Allh), hak ini dilindungi dengan nilai-nilai
agama, seperti janji Allah akan nikmat surga bagi yang menjalankan ibadahnya,
atau juga berupa ancaman neraka bagi yang meninggalkannya.
hak anak Adam juga dilindungi dengan norma agama, seperti kewajiban setiap
insan untuk menghormati hak orang lain atas harta, harga didi, atau darahnya.
Apabila terjadi perselisihan dalam pemenuhan hak, maka pihak pemerintah atau
hakim wajib memaksa pihak tertentu agar memenuhi hak orang lain.
prinsipnya, Islam memberikan kebebasan bagi setiap pemilik untuk menggunakan
haknya sesuai dengan kehendaknya, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat
Islam. Atas dasar prinsip ini, pemilik hak dilarang mempergunakan haknya untuk
bermaksiat, seperti menghambur-hamburkan uang untuk berjudi atau mabuk-mabukan.
Dalam pandangan Islam, perbuatan tersebut hukumnya haram, dan pelakunya
dipandang berdosa.
Menyangkut
pelaksanaan dan penuntunan hak
hak harus melaksanakan haknya itu dengan cara yang sesuai dengan syari’ah.
Menurut ulama fiqih yang terpenting adalah sifat keadilan dalam mengembalikan hak
sehingga masing-masing pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Atas dasar
keadilan ini, syariat Islam menganjurkan agar pemilik hak berlapang hati dalam
menerima atau menuntut haknya itu. Terlebih ketika hak tersebut diambil oleh
orang yang sedang mengalami kesulitan.
c%x.
rè
;ouô£ãã
îotÏàoYsù
4n<Î)
;ouy£÷tB
4
br&ur
(#qè%£|Ás?
×öyz
óOà6©9
(
bÎ)
óOçFZä.
cqßJn=÷ès?
ÇËÑÉÈ
kesukaran maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan dan menyedehkahkan
(sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”
Menyangkut
pemeliharaan hak
menyatakan bahwa syariat Islam telah menetapkan agar setiap orang berhak untuk
memulihkan atau menjaga haknya dari segala bentuk kesewenangan orang lain.
Menyangkut
penggunaan hak
Islam setiap orang tidak diperbolehkan sewenang-wenang dalam menggunakan haknya
yang dapat menimbulkan kemudharatan bagi orang lain. Oleh sebab itu, penggunaan
hak dalam Islam tidak bersifat mutlak, melainkan ada pembatasannya, ulama fiqh
berpendapat bahwa hak itu harus digunakan untuk hal-hal yang disyariaatkan oleh
Islam. Atas dasar ini seseorang tidak diperbolehkan menggunakan haknya, bila penggunaan
haknya itu dapat merugikan orang lain, baik perorangan, masyarakat, baik di
sengaja atau tidak disengaja.
secara berlebih-lebihan. Sebab, dalam fiqh perbuatan itu termasuk
sewenang-wenang dalam penggunaan hak, yang tidak dibenarkan syariat.
itu penggunaan hak pribadi tidak hanya terbatas, untuk kepentingan pemilik hak,
melainkan penggunaan hak pribadi harus dapat mendukung hak masyarakat. Ini
terjadi karena kekayaan seseorang tidak terlepas dari bantuan orang lain.
Bahkan dalam hal-hal tertentu hak pribadi diperbolehkan untuk diambil atau
dikurangi untuk membantu hak masyarakat.[7]
Kesimpulan
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
ditaati dalam hubungan manusia sesama manusia, baik mengenai orang, maupun
mengenai harta.
Hak dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu mal dan ghair mal.
dibagi menjadi dua yaitu syakhshi dan ’aini.
Haq al-milkiyah
Haq al-intifa’
Haq al-irtifaq
Haq al-istihan
Haq al-ihtibas
Haq qarar
Haq al-murur
Haq ta’alli
Haq al-jiwar
Haq syafah
Sumber-sumber Hak
hak adalah sebagai berikut:
Aqad, yaitu kehendak
kedua belah pihak (iradah al’aqidaini) untuk melakukan suatu kesepakatan
(perikatan), seperti akad jual beli, sewa menyewa dan lainnya.
Iradah
al-munfaridah (kehendak sepihak) yaitu ketika seseorang mengucapkan sebuah
janji atau nadzar.
Al fi’lun nafi’(perbuatan
yang bermanfaat), misalnya ketika seseorang
yang sangat membutuhkan bantuan atau pertolongan, maka wajib berbuat sesuatu
sebatas kemampuannya.
Al fi’lu al-dlar (perbuatan yang
merugikan), seperti ketika seseorang merusak, melanggar hak atau kepentingan
orang lai, maka ia terbebani kewajiban.
Akibat hukum suatu Hak
memberikan kebebasan bagi setiap pemilik untuk menggunakan haknya sesuai dengan
kehendaknya, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Atas dasar
prinsip ini, pemilik hak dilarang mempergunakan haknya untuk bermaksiat,
seperti menghambur-hamburkan uang untuk berjudi atau mabuk-mabukan. Dalam
pandangan Islam, perbuatan tersebut hukumnya haram, dan pelakunya dipandang
berdosa.
menggunakan hak, selain dibatasi dengan tidak bertentangan dengan syariat Islam
juga dibatasi dengan tidak melanggar hak atau merugikaqn kepentingan orang
lain. Prinsip perlindungan hak dalam Islam berlaku untuk semua orang. Sehingga
perlindungan kebebasan dalam menggunakan hak pribadi harus seimbang dengan
perlindungan hak orang lain, terutama perlindungan hak masyarakat umum.
hukum suatu hak ada 3
Menyangkut
pelaksanaan dan penuntunan hak
Menyangkut
pemeliharaan hak
Menyangkut
penggunaan hak
Muamalah, Semarang: Rizki Putra, 2010.
Muamalah, jakarta: Raja Grafindo, 2005.
IV
IV, hlm.9
Fiqh Muamalah, kudus: Nora, 2011. Hlm. 10-11
Muhammad Hasbi Ash-Shddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: Rizki Putra,
2010. Hlm. 107-108
Fiqh Muamalah, jakarta: Raja Grafindo, 2005, hlm. 34-35
35-37
http://fiqhmuamalah924.blogspot.com/2011/02/teori-hak,html
http://fiqhmuamalah924.blogspot.com/2011/02/teori-hak,html